Bab 9 Kesal Padaku?
by Raden Rauf
17:15,May 11,2022
Beberapa menit kemudian, beberapa dokter bergegas lari ke ruang gawat darurat.
Jerome seperti semut di panci panas. Harold berlari masuk ke dalam sendirian seakan ingin lakukan sesuatu. Kalau tidak, untuk apa dia mengunci pintu?
“Tidak bisa! Gembokya sudah dibobol oleh anak itu dan kuncinya tidak bisa dibuka!” Ujar dokter sebelumnya.
“Bagaimana ini? Kalau pintunya tidak dibuka akan ada korban jiwa!”
Beberapa dokter sangat cemas. Untuk pertama kalinya mereka mengalami situasi ini.
“Panggil security! Cepat panggil security dobrak pintu ini!”Teriak seorang dokter.
Saat ini, tidak ada suara di benak Beatrix. Dia telah kehilangan kekuatan untuk berteriak. Dia tidak tahu mengapa Harold melakukannya. Tindakan Harold sedang membahayakan nyawa kakeknya.
Tiba-tiba, ponsel Beatrix berdering. Dia mengambil ponselnya dan melihat sebuah pesan.
“Kakek sudah sadar, jangan menangis lagi, sebentar lagi akan keluar.”
Harold yang mengirim pesan itu kepada Beatrix. Beatrix sangat senang membaca pesan itu.
Tepat ketika Beatrix hendak berdiri. Dia menerima pesan lain.
“Lupakan saja, teruslah menangis, semakin sedih semakin baik.”
Di ruang gawat darurat.
Setelah mengirim pesan teks ini, Harold memasukkan ponsel ke saku celananya.
“Harold, kenapa memijatku dengan satu tangan? Gunakan kedua tanganmu!”
Bertho membuka matanya. Ia terlihat seperti orang normal dan bisa berbicara dengan lugas.
“Tadi lagi bermain ponsel.”Jawab Harold. Lalu menggunakan kedua tangannya memijat Titik Vital Akupuntur di atas kepala Bertho.
“Aduh, nyaman sekali……”Ujar Bertho menyipitkan mata.
Bertho merasa ada arus hangat memasuki kepalanya. Dia terbangun dari koma karena arus hangat ini. Arus hangat ini secara bertahap menghilangkan rasa sakitnya. Sekarang dia sudah tidak merasakan sakit di kepalanya.
“Oh iya, Harold penyakitku seharusnya tidak serius, kan?”
Harold tiba-tiba terkekeh dan bergumam dalam hatinya, kamu barusan berada di ujung gerbang neraka, apa itu masih tidak cukup menandakan penyakitmu sangat serius?
Tetapi, karena Bertho menanyakan ini, Harold merasa lebih baik menjawab sesuai dengan maksud Bertho.
“Tidak parah, cukup dipijat dua kali saja sudah sembuh.” Setelah itu, Harold menarik tangannya kembali, “Oke, kamu bisa bangun menggerakkan otot dan tulangmu.”
“Tidak bisa! Pijat lagi! Kepalaku masih pusing.”
“......”
Harold terdiam. Bertho sangat menikmati pijatan ini. Dia menganggap Cakra Murni di dalam tubuh Harold tidak memerlukan uang?
“Baiklah, aku pijat beberapa menit lagi. Darah di kepalamu sudah lancar. Jika dipijat lagi, kulit kepalamu akan sakit.”
Begitu dipijat, lima menit berlalu.
Saat ini, pintu ruang gawat darurat penuh dengan orang.
Security rumah sakit telah tiba untuk mendobrak masuk.
“Tuan Boriz datang, tolong beri jalan!” Terdengar sebuah suara.
Orang-orang di sekitar buru-buru memberi jalan.
“Buka pintunya, biarkan aku melihatnya.” Boriz yang dipapah, berjalan ke pintu sambil menyeka keringat di dahinya.
Boriz yang berusia 70 tahun lebih, sudah lama pensiun dari rumah sakit. Namun, dia memiliki banyak murid. Kali ini, seorang murid tiba-tiba datang mencarinya dan meminta bantuan untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Boriz yang mengetahui situasi ini memutuskan untuk datang dan melihat sendiri. Meski kondisi pasien dalam keadaan kritis.
“Aduh, Tuan Bori, pintu ini tidak bisa dibuka! Ada seorang pria yang membuat onar di dalam. Dia mengatakan ingin menyembuhkan pasien. Setelah masuk, dia mengunci pintunya.” Jelas seorang dokter.
Gentha yang memapah Boriz, menoleh dan melirik Bisma. Keduanya saling memandang dengan sukacita di mata mereka.
“Ini……”Boriz tertegun sejenak “Kalau begitu cepat beri tahu aku kondisi pasien.”Ujar dia serius.
“Oh, ini statistik fungsi fisik pasien sepuluh menit yang lalu ……”
Seorang dokter segera menyerahkan formulir.
Boriz meliriknya sekilas, lalu mengernyitkan alisnya.
“Sudah berlalu sepuluh menit, kan?”
“Ya, Tuan Boriz. Ada orang di dalam, bukankah dia sengaja sedang membuat kekacauan?”
“Tidak dapat diselamatkan……”Ujar Boriz menggelengkan kepala.
“Tuan Boriz, apakah benar ayahku tidak dapat diselamatkan?”Tanya Jerome buru-buru meraih tangan Boriz.
“Dengan kondisi pasien ini, jika dia bisa bernafas 10 menit yang lalu, itu sudah merupakan keajaiban. Sekalipun aku datang 10 menit lebih awal, belum tentu dapat menyelamatkan nyawanya ……”Desah Boriz.
Jerome terkejut mendengar ini. Ia mundur dua langkah.
Nama Boriz terkenal seperti guntur di seluruh Kota Batavia. Bagaimanapun, dia dokter tingkat nasional. Jika dia mengatakan tidak dapat diselamatkan orang. Itu artinya sudah tidak ada harapan.
“Guru, jangan terlalu cepat mengatakan hasilnya. Kupikir, gunakan akupuntur milikmu dulu. Sekalipun tidak dapat disembuhkan, setidaknya dapat memperpanjang hidup pasien, bukan? Sekarang, prioritas utamanya adalah membuka pintu!”Teriak Gentha.
“Ya, dobrak pintunya dulu! Biarkan Tuan Boriz masuk dan selamatkan pasien!”
“Minggir semuanya, biarkan security mendobrak pintunya!”
Semua orang buru-buru minggir.
Namun saat kedua security hendak masuk, tiba-tiba terdengar suara dari pintu ruang gawat darurat.
Seakan seseorang menarik pintu dengan keras, ‘Kreak’ pintu ditarik terbuka.
Beatrix yang duduk di tanah, tiba-tiba mengangkat kepalanya memandang Harold yang berdiri di pintu. Ia berlari menghampirinya.
Beatrix berlari melewati kerumunan ke hadapan Harold dan langsung menamparnya.
Piak!
Sebuah tamparan keras terdengar.
Situasi di lokasi langsung menjadi tenang.
Harold tercengang. Matanya memancarkan niat membunuh dan kemudian menghilang dalam sekejap.
Alasannya adalah ketika Harold menatap Beatrix, tepi mata Beatrix yang merah dipenuhi kebencian yang mendalam. Selain kebencian, ada ketidakberdayaan dan keluhan.
Tidak ada yang tahu posisi Kakek di hati Beatrix, termasuk Harold.
Sejak kecil hingga dewasa, Bertho paling menyayangi Beatrix di keluarga. Dapat dikatakan selama 20 tahun lebih ini untuk pertama kalianya Beatrix tidak dimanja oleh kakek dengan memaksanya bertunangan.
Terlepas dari ini, Beatrix tahu cinta kakek untuknya lebih besar dari segalanya. Meski dia mungkin harus memberikan sisa hidupnya, Beatrix tetap tidak melawan.
“Mampus!” Gumam Bisma dalam hati.
Namun, ketika Bisma baru tersenyum, lengkungan sudut mulutnya berangsur-angsur mengeras.
“Aduh, Beatrix, untuk apa memukul Harold!” Tanya Bertho buru-buru berlari keluar dari ruang gawat darurat.
Harold memaksakan senyum di wajahnya yang kaku “Tidak apa-apa kakek. Dia sedang kesal denganku!” Ujar dia menoleh Bertho.
Jerome seperti semut di panci panas. Harold berlari masuk ke dalam sendirian seakan ingin lakukan sesuatu. Kalau tidak, untuk apa dia mengunci pintu?
“Tidak bisa! Gembokya sudah dibobol oleh anak itu dan kuncinya tidak bisa dibuka!” Ujar dokter sebelumnya.
“Bagaimana ini? Kalau pintunya tidak dibuka akan ada korban jiwa!”
Beberapa dokter sangat cemas. Untuk pertama kalinya mereka mengalami situasi ini.
“Panggil security! Cepat panggil security dobrak pintu ini!”Teriak seorang dokter.
Saat ini, tidak ada suara di benak Beatrix. Dia telah kehilangan kekuatan untuk berteriak. Dia tidak tahu mengapa Harold melakukannya. Tindakan Harold sedang membahayakan nyawa kakeknya.
Tiba-tiba, ponsel Beatrix berdering. Dia mengambil ponselnya dan melihat sebuah pesan.
“Kakek sudah sadar, jangan menangis lagi, sebentar lagi akan keluar.”
Harold yang mengirim pesan itu kepada Beatrix. Beatrix sangat senang membaca pesan itu.
Tepat ketika Beatrix hendak berdiri. Dia menerima pesan lain.
“Lupakan saja, teruslah menangis, semakin sedih semakin baik.”
Di ruang gawat darurat.
Setelah mengirim pesan teks ini, Harold memasukkan ponsel ke saku celananya.
“Harold, kenapa memijatku dengan satu tangan? Gunakan kedua tanganmu!”
Bertho membuka matanya. Ia terlihat seperti orang normal dan bisa berbicara dengan lugas.
“Tadi lagi bermain ponsel.”Jawab Harold. Lalu menggunakan kedua tangannya memijat Titik Vital Akupuntur di atas kepala Bertho.
“Aduh, nyaman sekali……”Ujar Bertho menyipitkan mata.
Bertho merasa ada arus hangat memasuki kepalanya. Dia terbangun dari koma karena arus hangat ini. Arus hangat ini secara bertahap menghilangkan rasa sakitnya. Sekarang dia sudah tidak merasakan sakit di kepalanya.
“Oh iya, Harold penyakitku seharusnya tidak serius, kan?”
Harold tiba-tiba terkekeh dan bergumam dalam hatinya, kamu barusan berada di ujung gerbang neraka, apa itu masih tidak cukup menandakan penyakitmu sangat serius?
Tetapi, karena Bertho menanyakan ini, Harold merasa lebih baik menjawab sesuai dengan maksud Bertho.
“Tidak parah, cukup dipijat dua kali saja sudah sembuh.” Setelah itu, Harold menarik tangannya kembali, “Oke, kamu bisa bangun menggerakkan otot dan tulangmu.”
“Tidak bisa! Pijat lagi! Kepalaku masih pusing.”
“......”
Harold terdiam. Bertho sangat menikmati pijatan ini. Dia menganggap Cakra Murni di dalam tubuh Harold tidak memerlukan uang?
“Baiklah, aku pijat beberapa menit lagi. Darah di kepalamu sudah lancar. Jika dipijat lagi, kulit kepalamu akan sakit.”
Begitu dipijat, lima menit berlalu.
Saat ini, pintu ruang gawat darurat penuh dengan orang.
Security rumah sakit telah tiba untuk mendobrak masuk.
“Tuan Boriz datang, tolong beri jalan!” Terdengar sebuah suara.
Orang-orang di sekitar buru-buru memberi jalan.
“Buka pintunya, biarkan aku melihatnya.” Boriz yang dipapah, berjalan ke pintu sambil menyeka keringat di dahinya.
Boriz yang berusia 70 tahun lebih, sudah lama pensiun dari rumah sakit. Namun, dia memiliki banyak murid. Kali ini, seorang murid tiba-tiba datang mencarinya dan meminta bantuan untuk menyelamatkan nyawa seseorang. Boriz yang mengetahui situasi ini memutuskan untuk datang dan melihat sendiri. Meski kondisi pasien dalam keadaan kritis.
“Aduh, Tuan Bori, pintu ini tidak bisa dibuka! Ada seorang pria yang membuat onar di dalam. Dia mengatakan ingin menyembuhkan pasien. Setelah masuk, dia mengunci pintunya.” Jelas seorang dokter.
Gentha yang memapah Boriz, menoleh dan melirik Bisma. Keduanya saling memandang dengan sukacita di mata mereka.
“Ini……”Boriz tertegun sejenak “Kalau begitu cepat beri tahu aku kondisi pasien.”Ujar dia serius.
“Oh, ini statistik fungsi fisik pasien sepuluh menit yang lalu ……”
Seorang dokter segera menyerahkan formulir.
Boriz meliriknya sekilas, lalu mengernyitkan alisnya.
“Sudah berlalu sepuluh menit, kan?”
“Ya, Tuan Boriz. Ada orang di dalam, bukankah dia sengaja sedang membuat kekacauan?”
“Tidak dapat diselamatkan……”Ujar Boriz menggelengkan kepala.
“Tuan Boriz, apakah benar ayahku tidak dapat diselamatkan?”Tanya Jerome buru-buru meraih tangan Boriz.
“Dengan kondisi pasien ini, jika dia bisa bernafas 10 menit yang lalu, itu sudah merupakan keajaiban. Sekalipun aku datang 10 menit lebih awal, belum tentu dapat menyelamatkan nyawanya ……”Desah Boriz.
Jerome terkejut mendengar ini. Ia mundur dua langkah.
Nama Boriz terkenal seperti guntur di seluruh Kota Batavia. Bagaimanapun, dia dokter tingkat nasional. Jika dia mengatakan tidak dapat diselamatkan orang. Itu artinya sudah tidak ada harapan.
“Guru, jangan terlalu cepat mengatakan hasilnya. Kupikir, gunakan akupuntur milikmu dulu. Sekalipun tidak dapat disembuhkan, setidaknya dapat memperpanjang hidup pasien, bukan? Sekarang, prioritas utamanya adalah membuka pintu!”Teriak Gentha.
“Ya, dobrak pintunya dulu! Biarkan Tuan Boriz masuk dan selamatkan pasien!”
“Minggir semuanya, biarkan security mendobrak pintunya!”
Semua orang buru-buru minggir.
Namun saat kedua security hendak masuk, tiba-tiba terdengar suara dari pintu ruang gawat darurat.
Seakan seseorang menarik pintu dengan keras, ‘Kreak’ pintu ditarik terbuka.
Beatrix yang duduk di tanah, tiba-tiba mengangkat kepalanya memandang Harold yang berdiri di pintu. Ia berlari menghampirinya.
Beatrix berlari melewati kerumunan ke hadapan Harold dan langsung menamparnya.
Piak!
Sebuah tamparan keras terdengar.
Situasi di lokasi langsung menjadi tenang.
Harold tercengang. Matanya memancarkan niat membunuh dan kemudian menghilang dalam sekejap.
Alasannya adalah ketika Harold menatap Beatrix, tepi mata Beatrix yang merah dipenuhi kebencian yang mendalam. Selain kebencian, ada ketidakberdayaan dan keluhan.
Tidak ada yang tahu posisi Kakek di hati Beatrix, termasuk Harold.
Sejak kecil hingga dewasa, Bertho paling menyayangi Beatrix di keluarga. Dapat dikatakan selama 20 tahun lebih ini untuk pertama kalianya Beatrix tidak dimanja oleh kakek dengan memaksanya bertunangan.
Terlepas dari ini, Beatrix tahu cinta kakek untuknya lebih besar dari segalanya. Meski dia mungkin harus memberikan sisa hidupnya, Beatrix tetap tidak melawan.
“Mampus!” Gumam Bisma dalam hati.
Namun, ketika Bisma baru tersenyum, lengkungan sudut mulutnya berangsur-angsur mengeras.
“Aduh, Beatrix, untuk apa memukul Harold!” Tanya Bertho buru-buru berlari keluar dari ruang gawat darurat.
Harold memaksakan senyum di wajahnya yang kaku “Tidak apa-apa kakek. Dia sedang kesal denganku!” Ujar dia menoleh Bertho.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved