Bab 6

by Raessyyy 17:34,Aug 07,2023
Perlahan, Bibir Alex menempel pada bibirku dengan lembutnya. Mataku sudah terpejam, tidak ingin melihat wajahnya yang sangat dekat.

Dengan sigap pula Alex sudah menahan tengkukku agar tidak dapat menghindar.

Hanya menempel, akan tetapi rasanya sangat mendebarkan. Napasnya yang hangat menghembusku dengan kasar, seakan tengah menahan sesuatu di sana.

Tanpa aba-aba, tangannya merambat ke pipiku dan menaikkannya hingga kini aku mendongak. Alex termasuk pria yang tinggi, aku tidak bisa menyamainya.

Tanganku saling bertautan di atas paha, merasa gugup. Rasanya otakku kosong tidak dapat memikirkan apapun.

Tidak ada penolakan, Alex mulai berani untuk menggerakkan bibirnya. Walaupun pelan, masih dapat kurasakan hisapannya pada bibirku.

"R-Rolf, tolong, aku harus bagaimana selanjutnya? Jantungku mau copot," ucap Alex memenuhi pikiranku. Suaranya sangat parau seakan tengah kehabisan napas.

Mendengar pikirannya, spontan aku tersenyum di tengah ciuman ini.

Aku baru menyadari jika Alex adalah orang yang sangat overthinking. Akan tetapi lucunya yang ada di pikiran Alex adalah hal-hal sepele, tentang ku.

Bibirnya terasa gemetar melumatku, begitu pun tangannya yang tremor menyentuh pipiku, membuatku gemas saja.

Entah mengapa aku jadi ingin sedikit menggodanya. Reaksi tubuh Alex selalu membuatku penasaran, semua tingkah lakunya di luar ekspektasi ku.

Dengan ragu-ragu, tanganku naik dan menyentuh bahunya pelan. Meyakinkan diri, tanganku mengalungi lehernya.

Alex yang tidak mengenakan atasan apapun terasa hangat saat aku menyentuh kulitnya. Di tengah dinginnya gudang ini, rasanya aku ingin merapatkan tubuhku padanya.

Terasa ciumannya yang semakin dalam dan lumatannya yang memburu, seakan ingin memakan bibirku.

"Rolf! Rolf! Aku tidak kuat lagi. Ini membuatku gila," pikirnya sekali lagi memanggil Rolf.

Walaupun permainan bibirnya masih berlanjut dengan nafsu yang kuat. Ternyata di dalam sana, Alex tengah gemetaran dan panik. Sama sepertiku.

Jantungku pun rasanya berdegup sangat cepat hingga ku takut Alex akan mendengarnya. Tubuhku terasa melemas hingga untuk mendorongnya saja aku tidak sanggup.

Terbuai dengan permainannya, tanpa sadar bibirku bergerak, mengikuti. Walaupun sangat pelan, aku mencoba menghisap bibirnya seperti apa yang dia lakukan.

Terasa sangat lembut dan memabukkan.

Tangannya turun ke pinggangku dan mencengkram badanku di sana, melampiaskan perasaannya. Dengan sedikit nakal juga terkadang Alex menaikkan kemeja yang ku kenakan.

Meneguk ludah kasar, perasaanku tidak menentu dan mataku semakin berkabut saat terbuka.

Napasku ikut memburu hingga kini kami saling berebutan udara. Aroma napasnya yang wangi mint, membuat pikiranku kalut.

Raungan Rolf di dalam sana terdengar sangat kuat seakan tengah kesenangan. Sejenak dapat ku lihat ekor di belakangnya yang kembali muncul dan bergerak ke kanan kiri.

"Aumm! Tandai dia, Al! Cepatlah, aku ingin Nat menjadi milik kita seutuhnya! Hanya tinggal menggigit lehernya, ayolah!" suruh Rolf, tidak sabar.

Alex semakin mendekatkan badannya padaku dan mengurungku dengan tangannya yang menahan pinggangku. Dada kami sudah menempel hingga dapat kurasakan tubuhnya yang memanas seiring permainan kami.

Mendengar pikirannya, membuatku sontak membuka mata, tersadar.

Astaga, kurasa kami sudah terlalu jauh.

Dengan cepat, tubuhku bergerak tidak nyaman dan kepalaku sedikit menjauhinya hingga bibir kami terlepas.

Alex menatapku bertanya, akan tetapi aku terlalu malu untuk melihatnya. Napasku terengah-engah dengan mata yang melihat tidak tentu arah.

Tubuhku terpaku dan pikiranku masih kosong, tidak tahu harus berbut apa.

Memanfaatkan keterdiaman ku, Alex malah mendekatiku dan berniat untuk menciumku lagi. Kepalanya kembali miring dan bibirnya mengarah tepat ke milikku.

Spontan aku menghindarinya. Tanganku menutup mulutnya dan menahannya agar tidak mendekatiku.

Namun, bukannya sebal, Alex malah mencium telapak tanganku berulang kali dan menghirupnya kuat seakan ada wewangian di sana.

Tindakannya terlihat sangat agresif, membuatku takut. Sepertinya sebuah kesalahan aku memancing nafsu werewolf.

"M-menjauhlah, Al, please," ucapku terbata-bata, tidak berani menatapnya.

Wajahnya dekat sekali, aku merasa tidak nyaman. Ditatap se lekat itu olehnya, entah mengapa ada yang aneh pada reaksi tubuhku.

Rasanya aku ingin cepat-cepat menjauh darinya.

Mendengar ucapanku, Alex akhirnya memberikanku jarak dan merenggut. Bibirnya mengerucut dengan pipi mengembung, ngambek. Tingkahnya seperti anak kecil yang tidak mendapatkan permen.

Sekali lagi, dia mencoba mendekatkan wajahnya, ingin menciumku. Untung saja refleks ku cepat menolaknya. Kepalaku sudah melihat ke arah lain hingga tidak ada kesempatan untuk Alex menciumku.

"Kau pelit! Cium aku lagi!" rujuknya, menatapku memohon. Namun, aku tetap menggeleng, tidak mau.

Lebih lama di sini, akan semakin bahaya. Alex tidak terkendali dan Rolf sudah memaksanya berulang kali untuk memperkosaku. Bagaimana tidak takut? Aku harus cepat kabur.

Mataku menatap sekitar dan melihat kunci-kunci itu berada di kantong Alex, aku harus merebutnya. Setelah itu membuka pintu dan menjauh darinya. Terdengar sangat sulit untuk dilakukan.

Sekarang saja tubuhku masih terkurung dalam kukungannya dan Alex tidak terlihat akan melepaskannya.

Sepertinya hanya ini satu-satunya cara.

Dengan dipaksakan, aku tersenyum padanya dan menepuk rambutnya lembut seperti hewan peliharaan. Seperti dugaanku, Alex menatapku berbinar dengan ekornya yang bergerak kesana kemari, bahagia.

"Di sini pengap, Al, aku tidak menyukainya. Ayo lakukan di luar, aku butuh udara segar dan mungkin kita bisa menunjukkannya pada orang-orang, bagaimana?" tanyaku ragu-ragu.

Anggaplah aku bodoh dengan memancingnya lagi, akan tetapi seharusnya Alex menurutinya. Pikirannya gampang sekali dicemari, apalagi dengan ucapan-ucapan kotor.

Alex ternganga mendengar ucapanku, begitu pun dengan Rolf yang sudah berteriak di dalam sana.

"Cepatlah keluar, Al! Apa dapat kau bayangkan melakukannya di halaman kampus dengan mata orang-orang yang memandang iri? Dengan begitu, tidak akan ada yang berani mendekati Nat, ayo tunggu apa lagi?!" ucap Rolf membuatku ikut malu.

Membayangkan apa yang ada di pikirannya, tanpa sadar wajahku memanas. Tidak, tidak mungkin aku melakukannya. Itu terlalu memalukan.

Yang terpenting adalah rencanaku sekarang berhasil. Dengan terburu-buru, Alex membuka pintu gudang dan berjalan ke segala arah.

Bahkan saking antusiasnya, dia meninggalkanku di gudang dan lebih memilih mencoba berbagai tempat. Alex mencoba di bawah pohon, di belakang dinding, sampai di atas rumput.

Astaga apa yang sudah ku katakan hingga pikiran Alex se kotor itu.

Dengan perlahan, aku mengendap-endap dan pergi. Berulang kali pula aku menoleh ke belakang, takut Alex mengetahuinya.

Yang ada di pikiranku sekarang adalah cepat kabur dari situasi ini. Tidak dapat dibayangkan jika kami benar-benar melakukannya di luar, betapa malunya aku.

Alex belum mengetahuinya, masih terdengar suaranya yang memanggilku dengan ucapan-ucapan mesum. Untung saja tempat ini sangat sepi hingga tidak ada yang mendengarnya.

"Nat, keluarlah! Ayo kita lakukan di sini, sayang. Kau tidak akan kesakitan tiduran di atas rumput, tenanglah," ucapnya membuatku malu setengah mati.

Mempercepat langkah, aku segera berbelok dan tidak menghadap ke belakang lagi. Biarlah Alex melakukannya sendiri, aku tidak mau.

Tidak melihat ke depan, tanpa sadar ada seorang pria di hadapanku yang menghalangi jalan. Tiba-tiba saja aku merasa terdorong oleh badannya hingga tubuhku oleng.

Untungnya dengan cepat tangan kekar pria itu menahanku. Tubuhku spontan mendekat padanya dan dapat kurasakan wanginya yang khas.

Mataku menatap takut ke atas dan benar saja pria itu. Pria yang sudah ku hindari selama seminggu dan kembali seperti tidak terjadi apa-apa, my boyfriend.

"Di sini rupanya kau, Nat! Aku mencarimu, sayang, kau tega meninggalkan pacarmu sendirian di kelas? Ayo makan bersama, aku bosan belajar."

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

53