Bab 2 Jatuh

by Lizbeth Lee 15:04,Sep 22,2023

Yah, merekalah yang sudah mengambil buku harian Arumi dan menyebarkan isinya. Kini setelah semuanya para mahasiswa pergi berdirilah ketiga orang ini dengan kecanggungan diantara mereka.
Semuanya tidak tau harus memulai percakapan dari mana. Arumi terus menunduk melihat sepatunya sendiri, Demas menatap lekat kepada Arumi sedangkan Devara menatap lekat kepada Demas.

“Kita pulang Rum.” Ucap Devara akhirnya memecahkan keheningan.
“Eh tunggu, makan bakso dulu yuk. Gw traktir.” Ajak Demas.

“Gw... harus bantu papa mama siang ini Dem. Gimana kalau besok?” tanya Arumi masih gugup.

“Okay deh besok yah... tapi syaratnya besok gw yang ngantar loe pulang.” Tawar Demas sambil tersenyum.

Arumi menoleh kepada Devara sejenak, “Bareng Devara juga kan Dem?” tanya Arumi ragu-ragu.

“Iyah gak apa kalo dia mau ikut bareng juga.” Jawab Demas ramah.

“Okay deh kalo gitu, gw balik dulu, bye Dem!” pamit Arumi mendadak ceria dan berjalan mundur sambil melihat Demas dengan wajah sumringah.

“Bye Pacar! Sampai besok!” teriak Demas juga ikut melambaikan tangannya.

Arumi melompat kegirangan di panggil pacar oleh Demas. Dia merasa tidak percaya dengan kejadian barusan, sambil berjalan Arumi menepuk-nepuk pelan kedua pipinya dan tertawa sendiri, lalu sesekali menutup wajahnya sendiri karena bahagia bercampur malu.

“Loe kumat Rum? Salah minum obat apa obat loe habis?” Ucap Devara membuat langkah Arumi terhenti.

“Gw ini lagi berbunga-bunga dodol, namanya orang kalo lagi jatuh cinta dan baru pacaran yah gini sikapnya. Sirik aja loe Dev, gak seneng apa liat sahabat loe bahagia kayak gini?” sembur Arumi sambil memanyunkan bibirnya.

“Hais Ck, senang gw lihat cinta loe uda gak bertepuk sebelah tangan lagi, tapi kalo kelakuan loe kayak gini gw nih yang malu jadi tontonan banyak orang.” Balas Devara menahan api cemburu di dadanya.

Arumi sejenak mengedarkan pandangannya menatap sekelilingnya dan kembali menatap tajam kedua mata Devara, “Nggak ada yang nonton kita kok! Nggak kayak tadi pas di depam mading, loe aja yang risih kan?” ejek Arumi lalu tanpa sengaja mengalihkan pandangannya ke tong sampah.

Arumi lalu mempercepat langkahnya dan mengambil buku yang dibuang di tong sampah itu, “Ini kan buku harian gw Dev? Yah ampun nih orang jahat banget sama gw, bisa-bisanya dia buang buku gw ke tong sampah. Tega banget nih orang yah?” lirih Arumi sambil melihat bukunya yang sudah kotor.

Devara lalu mengambil tisue basah dari tasnya dan mengambil buku tersebut dari tangan Arumi, “Sini gw bersihin, loe pake hand sanitazer biar nggak kena penyakit.” Perintah Devara langsung membersihkan buku harian tersebut dengan telaten.

“Yuk pulang, nanti sampai rumah gw benerin yah.” Tawar Devara.

“Okay!” jawab Arumi sambil mengangkat tangannya dan mengangkat ibu jarinya lalu mereka berjalan kaki ke rumah masing-masing.

Tempat tinggal Devara dan Arumi hanya berjarak empat meter, jika Devara adalah anak dari orang paling kaya di kompleks tersebut, maka Arumi adalah anak orang paling sederhana. Tapi kedua orang tua mereka saling menghargai, terlebih orang tua Devara yang tidak pernah memandang rendah siapapun. Persahabat keduanya sudah di mulai dari jaman masih bayi, saat kedua ibu mereka menjemur mereka di pagi hari, itulah hari dimana keduanya seolah memiliki ikatan batin satu sama lain.

Ulang tahun keduanya pun sama, dua belas Januari. Kini keduanya telah sampai di depan rumah masing-masing. “Dev! Thanks yah... gw ganti dulu habis bantu papa mama baru gw main ke rumah loe!” teriak Arumi.

“Gw aja yang ke rumah loe, nanti gw bantuin. Santai aja.” Sahut Devara lalu masuk dan buru-buru mengganti bajunya, Devara segera turun kebawah dan hendak menyebrang namun langsung di cegah oleh Vina.

“Eits! Mau kemana? Baru juga pulang uda mau pergi Dev?” cegah Vina yang tak lain adalah mamanya Devara.

“Mau ke rumah Arumi ma, kasihan dia mau bantuin papanya ngambil kacang kedelai ma, terus cuman ngantar ke tempat produksi mereka aja. Devara pergi dulu yah ma?” pamit Devara dengan sopan.

“Nggak boleh! Makan siang dulu baru boleh pergi, terus ini rantang tolong antar ke mamanya Arumi yah. Mama masak ayam betutu banyak biar Arumi juga makan ayam betutunya.” Ucap Vina sambil tersenyum.

“Kalo gitu Devara makan bareng Arumi aja yah ma.” Ucap Devara lalu menuju meja makan dan menyendokkan nasi ke piring serta menaruh beberapa lauk di atas nasi serta tak lupa menyambar rantang yang tersusun tiga dan segera pergi dari hadapan Vina.
“Bye ma...” pamit Devara membuat Vina menggelengkan kepalanya melihat tingkah anak semata wayangnya.

“Bener-bener anak ini.” Kekeh Vina melihat kelakuan anaknya.
Devara tak mau menunggu lama-lama Ia langsung saja masuk kerumah Arumi yang tidak pernah tertutup setiap harinya kecuali jika toko mereka sudah tutup. “Siang tante Citra, ini titipan dari mama katanya mama buat ayam betutu. Kita makan yuk tante.” Ajak Devara sambil memberikan rantang dari mamanya.

“Siang nak Devara, aduh harum banget. Terus ngapain itu piring kamu bawa-bawa?” tanya Citra mamanya Arumi.

“Mau ngajak Arumi makan siang bareng tante.” Jawab Devara membuat Citra tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

“Yah udah kalau gitu rantangnya bawa ke atas gih, kalian makan duluan yah. Nanti kalo Jefry pulang baru tante makan bareng Jefry sama papanya.” Titah Citra di jawab dengan anggukan kepala oleh Devara.

Ia lalu melesat naik keatas dengan cepat dan menyiapkan makanan di meja makan Arumi dengan membuka rantang dari mamanya. “Rum, makan yuk Rum, mama gw bawain ayam betutu, habis ini kita antar kacang kedelai ke tempat produksi papa loe,” panggil Devara sambil mengetuk pintu kamar Arumi.

“Ayok!” sahut Arumi yang keluar dari kamar mandi di belakang kamarnya ambil terkekeh.

“Yaelah, di kamar mandi toh? Yuk makan dulu itu ayamnya ada dua ekor di bawain mama gw, enak banget nih. Ini yang atas yang pedas buat keluarga loe. Yang di rantang bawah ini yang nggak pedas terkhusus buat loe.” Terang Devara.

“Makasi tante Vina,” ucap Arumi sambil menepuk kedua tangannya bahagia.

Melihat wajah imut Arumi yang selalu ceria Devara selalu saja merasakan jantungnya begitu berdebar, asal bisa seperti ini selamanya tidak menjadi kekasihpun tak apa. Walau harus terus memendam rasa yang begitu lama di sembunyikan, tapi hari ini rasanya hati Devara sedikit gundah tapi Ia berusaha mengabaikan perasaan tersebut dengan berada di sekitar Arumi. Itu sudah lebih dari cukup.

“Ngapain loe liat-liat gw sampe kayak gitu? Gw cantik yah?” sergah Arumi dengan mulut penuh nasi dan ayam.

“Iyah loe cantik walau mulut loe cemotan kayak sekarang,” kikik Devara sambil mengelus dadanya.

Arumi segera menuju kekamarnya untuk mengambil kunci gudang dimana tersimpan kacang kedelai yang akan diantarnya siang ini, bekerja mengangkat karung dengan berat dua puluh kilo gram sudah menjadi kebiasaan Arumi. Tanpa protes dan selalu bersemangat membantu papa mamanya membuat Arumi begitu di kagumi oleh banyak orang di komplek rumah mereka.

Ketika Arumi melangkah hendak turun menapaki tangga rumahnya tiba-tiba saja kakinya tidak bisa bergerak namun tubuhnya sudah diperintahkan oleh otaknya untuk berjalan hingga condong kedepan, Arumi terjatuh dari tangga tanpa bisa di cegah oleh Devara yang juga tidak bisa mencerna kejadian di hadapannya.

“ARUMI!” Teriak Devara begitu terkejut.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

90