Bab 7 Tangis Pilu seorang Ibu

by Lizbeth Lee 15:14,Sep 22,2023
Betapa leganya hati Devara saat melihat perawat sudah mengantarkannya kembali masuk keruangan perawatan. Dengan sigap seperti biasa Devara selalu siap membantu Arumi yang kini tengah berada dalam gendongannya menuju ke ranjang dan menaikkan bagian atas ranjang agar mempermudah Arumi duduk sambil bersandar.

“Terima kasih Suster.” Arumi menunduk berterima kasih atas segala bantuan dari perawat tersebut, Ia lalu memanggil Devara dengan semangat tidak sabar untuk menceritakan apa saja yang tadi dilakukannya.

“Dev!” Devara begitu terjingkat mendengar Arumi berteriak sambil terbahak melihat sahabatnya itu terkejut.

“Ih! Loe bisa manggil Gw pelan-pelan Rumi, ngapain pakai teriak-teriak sih?! Gw belum budek tau.”omel Devara tapi mengulum senyumnya saat melihat wanita yang di sayanginya begitu ceria.

Devara lalu berjalan mendekat dan duduk di ranjang berhadapan dengan Arumi, “Bagaimana tadi hasil testnya Rum?” tanya Devara menatap penuh cinta tepat di kedua manik mata hitam kecoklatannya Arumi.

Terbiasa ditatap seperti itu Arumi bahkan tidak menyadari betapa besar rasa yang terpendam direlung hati terdalam sahabatnya itu. Masih bersemangat Arumi menceritakan test apa saja yang dilakukannya tadi bersama Soni.

“Loe tau nggak Dev kapsul terbangnya alien?” Devara menggeleng mendengar pertanyaan random dari Arumi.

“Ck, apa sih yang Loe tau selain mata pelajaran, yah uda roket ke luar angkasa. Bentuknya kayak tabung kan? Nah tadi itu Gw di CT Scan dialat kayak gitu Dev. Gw ngebayangin terbang tembus keluar angkasa anjir! Uda gitu mana bunyi alatnya kayak robot lagi. Hahaha! Edan edan! Kerenlah pokoknya dan super canggih Dev, Gw yakin Gw sehat Dev! Aamiin!” Arumi bercerita dengan semangatnya serta meyakini bahwa dirinya pasti baik-baik saja.

“Amin Rum! Loe pasti baik-baik aja, Gw juga yakin. Apapun yang terjadi Gw juga pasti ada untuk Loe.” Doa Devara sepenuh hati sambil memeluk tubuh mungil Arumi.

“Loe selalu ada untuk Gw sejak dulu Devara, Gw gak tau kalo Gw nggak punya sahabat rasa saudara kayak Loe gini... entah bakal gimana nasib Gw. Secara Loe tau kan? Kelakuan Jefry kayak gimana ke Gw.” ucap Arumi sambil membalas pelukan Devara dengan satu tangannya.

Keduanya terdengar tertawa bersama-sama saat membahas soal Jefry, “Iyahlah Gw tau gimana kelakuan Jefry. Tapi biar gitu dia sayang sama Loe Rum.” Kekeh Devara lalu melepas pelukannya kepada Arumi dan membenarkan anak rambut Arumi yang sedikit berantakan.

“Kenapa sih bukan Loe aja yang jadi saudara Gw Dev...” ucap Arumi.

“Gw yang ogah punya saudara kayak Loe Rum.” jawab Devara lalu tertawa, “Jahat Loe yah Dev.” kikik Arumi.

Ketika anak-anak mereka sedang menguatkan keyakinan mereka satu sama lain di Rumah Sakit dan juga saling bercanda, berbeda dengan keadaan rumah keluarga Arumi yang kini tengah dilanda duka yang begitu mendalam. Ada hati seorang ibu yang tengah hancur lebur saat ini, walau hanya melihat ekspresi wajah Soni tapi Citra seakan tau jika malaikat maut kini hadir ditengah-tengah keluarga mereka dan sedang mengintai anak pertamanya.

“Aku... aku nggak sanggup mbak kalau anakku harus menderita seperti ini.” Tangis Citra sudah mulai mereda setelah histeris beberapa saat lalu.

“Sabar mbak, kita dengar dulu penjelasan dari Papanya Devara yah mbk. Biar kita tau apa yang harus kita lakukan untuk kedepannya. Mbak Citra harus kuat loh, kalau Arumi liat mamanya nangis begini nanti malah setres, penyakit akan lebih cepat menguasai ketika pikiran kita tidak tenang. Iyah kan pa?” ucap Vina berusaha menenangkan sahabatnya itu sekaligus meminta dukungan dari sang suami.

“Iyah benar kata istri saya, Mbak Citra harus kuat yah. Saya jelaskan dulu keadaan Arumi yah,” ijin Soni kepada kedua orang tua Arumi sebelum membuka amplop coklat yang berisikan hasil CT Scan Arumi. “Ini hasil CT Scannya tadi, Mas Heri perhatikan ini gambar otak kecilnya.” Terang Soni.

“Iyah Pak Soni, bagaimana keadaannya?” tanya Heri mencoba tetap sabar dan sadar akan kondisi yang dihadapinya.

“Otak Kecil milik Arumi terjadi penyempitan hingga mengganggu keseimbangan tubuhnya dan juga berpengaruh kepada sumsum tulang belakangnya Pak Heri, Parkinson sebenarnya adalah penyakit orang tua, tapi bisa juga di derita oleh penderita remaja. Perlahan Arumi akan kelihangan fungsi geraknya, oleh karena itu Arumi harus melakukan berbagai macam terapi yang berhubungan dengan Neurologi. Berbagai aktifitas akan saya jadwalkan serta obat pencegahannya juga akan saya resepkan. Kalian tidak sendiri saya dan istri saya juga Devara akan selalu ada untuk kalian,”ucap Soni dengan bersungguh-sungguh.

Air mata Citra dan Vina berjatuhan silih berganti, begitu pula dengan Heri yang menahan sesak didadanya. Heri menganggukkan kepalanya berkali-kali dan Soni memegang bahu Heri untuk menguatkan sang sahabat yang tengah bersedih.

“Terima kasih banyak Pak Soni, ma... benar kata Pak Soni kita tidak sendiri, kita bahkan memiliki Dokter pribadi yang tinggal di seberang rumah kita. Hahaha! Semua pasti akan baik-baik saja ma, walau tidak ada obatnya tapi penyakit ini tidak akan langsung merenggut Arumi dari kita. Masih ada waktu untuk memperlambatnya bukan Pak Soni?” Heri berusaha menghibur dirinya sendiri sekaligus meyakinkan sang istri.

“Benar Mas Heri, Parkinson tidak akan langsung sekejab membuat Arumi serta merta tidak dapat berbuat apapun.”ucap Soni memperkuat ucapan Heri namun tetap saja hal tersebut membuat Citra tidak puas, karena sejak tadi rasanya hanya hal positif yang diceritakan. Citra ingin tau kemungkinan terburuk yang bisa menimpa sang buah hati.

“Tolong Pak Soni, katakan seujurnya apa kemungkinan terburuk yang akan terjadi dengan Arumi dan kemungkinan tercepat penyakit ini dapat melumpuhkan semua fungsi gerak Arumi. Tolong sampaikan sejujurnya, saya ingin tau kemungkinan yang terburuk Pak.” Citra memohon kepada Soni dengan pilu hingga berlutut di bawah kaki Soni.

“Katakan yang sebenarnya kepadaku Pak Soni, katakan saja agar aku bisa menyiapkan hatiku Pak Soni, tolong Mbak Vina katakan kepada aku kemungkinan yang terburuk agar aku tidak berharap banyak, tolong Pak Soni.” Tangis Citra kembali pecah, siapa saja yang mendengar raungan dan segala ucapan pilu itu pasti tidak akan tahan untuk hanya mengabaikannya.

Vina tak kuat lagi, mendengar suara Citra yang begitu menyayat hatinya. Vina juga seorang ibu yang memiliki anak, Ia tau bagaimana penderitaan yang dirasakan oleh Citra. Hingga akhirnya Ia meminta kepada suaminya untuk mengatakan kemungkinan terburuk, “Pa... tolong jelaskan kepada Mbak Citra dan kita semua Pa, kemungkinan terburuk yang akan dihadapi Arumi. Mama mohon Pa...” Vina sampai tersengal meminta agar suaminya membeberkan kemungkinan terburuk itu.

“Baiklah, Mbak Citra...”

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

90