Chapter 16: Dilema
by 寻飞
10:30,Nov 28,2023
“Benar. Kita bicarakan pelan-pelan jika ada masalah!”
Setelah melihat Berni Wu menutup telepon, Kayar Luo berhenti meronta. Berni Wu menjatuhkannya dengan siku ke atas tanah dan menatapnya melalui ujung mata.
Kayar Luo mencengkeram pinggang belakangnya yang kesakitan, lalu memohon dengan tangan terkatup. "Kak, aku selalu menepati janji. Jika kamu membantuku, aku pasti tidak akan mengecewakanmu. Atau begini saja, pinjami aku lima ratus yuan untuk biaya ongkos perjalanan pulang, lalu aku akan kembali dalam semalam. Jika waktunya tiba, aku akan membayar beserta bunganya ke ..."
Tanpa menunggu dia selesai berbicara, Berni Wu sekali lagi meraih kerah baju dan mengangkatnya.
"Kring, Kring ... "
Dering telepon membuat keduanya berhenti bergerak secara bersamaan.
Sambil menatap layar dengan nomor yang terpampang, Berni Wu terjebak dalam keraguan. Hubungannya dengan Arbor Qi memang biasa-biasa saja, tapi selama setahun ini orang itu telah banyak membantunya. Mengabaikan atau mengecewakan dia sama saja dengan memutuskan segala peluang di masa depan, yang akan menyebabkan kerugian yang tidak sebanding!
Dia kembali melihat Kayar yang kini memandanginya dengan tatapan memelas dan mulutnya cemberut seperti ikan lele. Setelah berdiri terdiam selama empat hingga lima detik, dia menjatuhkan pilihan untuk menjawab panggilan tersebut, "Halo, Bro!"
Arbor Qi bertanya dengan suara keras, "Kak Berni, tadi sinyalnya tidak bagus. Aku tidak mendengar dengan jelas apa yang kamu katakan. Apakah kamu sudah menerima uangnya?"
Berni Wu berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa, dan dengan santai menjawab, "Jangan mengungkitnya lagi. Aku sudah mencoba beberapa mesin ATM. Entah mesinnya yang rusak atau tidak ada uangnya, sepertinya kita harus menunggu sampai besok."
"Tenang saja, aku bukanlah orang yang tidak bertanggung jawab." Berni Wu memberikan jaminan dengan keyakinan. Setelah berbasa-basi sebentar, keduanya mengakhiri percakapan.
"Huff ... "
Kayar Luo menghela napas panjang. Dia duduk rebah di atas tanah, sambil melipat kedua tangannya. "Terima kasih atas bantuannya, sobat. Percayalah, aku pasti akan membalas budi."
Berni Wu malas memedulikan omong kosongnya. Sekali lagi dia meraih kerah baju Kayar Luo dan menariknya bangun dengan kasar. Sekitar pukul tiga dini hari, keduanya kembali ke ruang jaga.
Mungkin dia belum pernah berjalan begitu jauh sebelumnya. Karena begitu masuk ke dalam ruangan, Kayar Luo langsung berbaring di atas tempat tidur sambil terengah-engah, seakan-akan tulangnya lenyap.
"Bro, apakah kamu satpam properti? Sayang sekali ilmu bela dirimu sia-sia!"
"Ngomong-ngomong, kompleksmu juga terlalu kumuh, ya. Kedua bangunan itu hampir seumur dengan usia kakekku."
"Sobat, ayo, kita merokok."
Setelah istirahat kurang dari lima menit, mulut Kayar Luo terus berbicara seperti membuka pembicaraan tanpa henti. Berni Wu sepenuhnya mengabaikan serbuan kata-katanya. Wajahnya tegang memikirkan langkah selanjutnya.
Dia pasti tidak bisa macam-macam dengan Arbor Qi dan tidak perlu repot dengan orang bodoh yang tidak terkait dengan ini. Namun, pemuda ini sangat suka membual. Jika Berni benar-benar menyerahkannya, si pemuda brengsek ini sangat mungkin akan mengungkap kejadian pemukulan oleh Cyno Han tadi.
Setelah memikirkan sejenak, Berni Wu melemparkan sebatang rokok ke Kayar Luo, lalu tanpa ekspresi berkata, "Telepon keluargamu dan minta mereka transfer uangnya!"
Kayar Luo mengepit rokok dengan mulutnya, lalu dengan ekspresi serius menjawab, "Aku tidak bisa menghubungi mereka. Semua kerabatku sepertinya telah memasukkanku ke dalam daftar hitam, mungkin karena campur tangan ayahku."
"Pakai milikku saja untuk menelepon mereka!"
Berni Wu memberikan ponselnya kepada Kayar Luo. Tanpa ragu, Kayar Luo segera menghubungi suatu nomor.
Telepon berdering cukup lama. Akhirnya seseorang menjawab, "Halo?"
Kayar Luo dengan cepat berteriak, "Ayah, ini aku Kayar Luo ..."
"Tut ... tut ... tut ..."
Orang di ujung telepon langsung memutus panggilan secepat kilat berkelebat. Ketika Kayar Luo mencoba menghubungi kembali, teleponnya sudah dimatikan.
Kayar Luo memandang Berni Wu dengan ekspresi sedih. "Kakak, kamu lihat sikap ayahku, ‘kan."
Sambil berbicara, si brengsek bahkan tidak lupa mengisap rokok dengan penuh semangat.
"Aku akan membunuhmu!"
Api amarah yang ditahan Berni Wu sepanjang malam akhirnya meledak. Dia mengambil termos yang ada di atas meja dan hendak membenturkannya pada Kayar Luo.
"Ampun, lepaskan aku, Kak!"
Kayar Luo refleks melindungi kepalanya karena merasa terancam.
Berni sangat menyukai termos itu. Jika tidak, Berni Wu pasti ingin langsung menghancurkannya berkeping-keping. Setelah memaksa diri untuk tetap tenang, Berni Wu menggertakkan gigi dan merutuk, "Kamu punya mobil sport, kan? Jual itu!"
Kayar menunduk, lalu berdiskusi dengan hati-hati. "Biaya perbaikannya saja sudah lebih dari 40.000 yuan. Aku tidak punya uang untuk membayarnya. Ba-bagaimana kalau kamu dulu yang membayarnya? Nanti mobilku bisa dijual seharga 6 juta!"
"Kraak!"
Berni Wu sangat marah hingga hampir merusak giginya. Dia sangat menyesal karena terus-menerus mengingatkan diri sendiri untuk tidak serakah dan mengalami kerugian besar. Namun, pada akhirnya dia masih saja terjebak dalam perangkap yang tiba-tiba muncul dan membuatnya terpesona dengan kekayaan yang tak terduga.
"Kring... Kring… " Tiba-tiba nada dering telepon yang tidak terduga menggema, membuat Berni Wu yang merasa bersalah terkejut hingga gemetar.
Melihat nomor yang tertera masih dari Arbor Qi, Berni Wu menghela napas dan mengangkatnya.
"Berni Wu, bosku khawatir. Dia memintaku untuk mengawasi anak yang bersamamu itu. Kamu ada di mana? Aku akan datang ke sana ..."
Setelah melihat Berni Wu menutup telepon, Kayar Luo berhenti meronta. Berni Wu menjatuhkannya dengan siku ke atas tanah dan menatapnya melalui ujung mata.
Kayar Luo mencengkeram pinggang belakangnya yang kesakitan, lalu memohon dengan tangan terkatup. "Kak, aku selalu menepati janji. Jika kamu membantuku, aku pasti tidak akan mengecewakanmu. Atau begini saja, pinjami aku lima ratus yuan untuk biaya ongkos perjalanan pulang, lalu aku akan kembali dalam semalam. Jika waktunya tiba, aku akan membayar beserta bunganya ke ..."
Tanpa menunggu dia selesai berbicara, Berni Wu sekali lagi meraih kerah baju dan mengangkatnya.
"Kring, Kring ... "
Dering telepon membuat keduanya berhenti bergerak secara bersamaan.
Sambil menatap layar dengan nomor yang terpampang, Berni Wu terjebak dalam keraguan. Hubungannya dengan Arbor Qi memang biasa-biasa saja, tapi selama setahun ini orang itu telah banyak membantunya. Mengabaikan atau mengecewakan dia sama saja dengan memutuskan segala peluang di masa depan, yang akan menyebabkan kerugian yang tidak sebanding!
Dia kembali melihat Kayar yang kini memandanginya dengan tatapan memelas dan mulutnya cemberut seperti ikan lele. Setelah berdiri terdiam selama empat hingga lima detik, dia menjatuhkan pilihan untuk menjawab panggilan tersebut, "Halo, Bro!"
Arbor Qi bertanya dengan suara keras, "Kak Berni, tadi sinyalnya tidak bagus. Aku tidak mendengar dengan jelas apa yang kamu katakan. Apakah kamu sudah menerima uangnya?"
Berni Wu berpura-pura seolah tidak terjadi apa-apa, dan dengan santai menjawab, "Jangan mengungkitnya lagi. Aku sudah mencoba beberapa mesin ATM. Entah mesinnya yang rusak atau tidak ada uangnya, sepertinya kita harus menunggu sampai besok."
"Tenang saja, aku bukanlah orang yang tidak bertanggung jawab." Berni Wu memberikan jaminan dengan keyakinan. Setelah berbasa-basi sebentar, keduanya mengakhiri percakapan.
"Huff ... "
Kayar Luo menghela napas panjang. Dia duduk rebah di atas tanah, sambil melipat kedua tangannya. "Terima kasih atas bantuannya, sobat. Percayalah, aku pasti akan membalas budi."
Berni Wu malas memedulikan omong kosongnya. Sekali lagi dia meraih kerah baju Kayar Luo dan menariknya bangun dengan kasar. Sekitar pukul tiga dini hari, keduanya kembali ke ruang jaga.
Mungkin dia belum pernah berjalan begitu jauh sebelumnya. Karena begitu masuk ke dalam ruangan, Kayar Luo langsung berbaring di atas tempat tidur sambil terengah-engah, seakan-akan tulangnya lenyap.
"Bro, apakah kamu satpam properti? Sayang sekali ilmu bela dirimu sia-sia!"
"Ngomong-ngomong, kompleksmu juga terlalu kumuh, ya. Kedua bangunan itu hampir seumur dengan usia kakekku."
"Sobat, ayo, kita merokok."
Setelah istirahat kurang dari lima menit, mulut Kayar Luo terus berbicara seperti membuka pembicaraan tanpa henti. Berni Wu sepenuhnya mengabaikan serbuan kata-katanya. Wajahnya tegang memikirkan langkah selanjutnya.
Dia pasti tidak bisa macam-macam dengan Arbor Qi dan tidak perlu repot dengan orang bodoh yang tidak terkait dengan ini. Namun, pemuda ini sangat suka membual. Jika Berni benar-benar menyerahkannya, si pemuda brengsek ini sangat mungkin akan mengungkap kejadian pemukulan oleh Cyno Han tadi.
Setelah memikirkan sejenak, Berni Wu melemparkan sebatang rokok ke Kayar Luo, lalu tanpa ekspresi berkata, "Telepon keluargamu dan minta mereka transfer uangnya!"
Kayar Luo mengepit rokok dengan mulutnya, lalu dengan ekspresi serius menjawab, "Aku tidak bisa menghubungi mereka. Semua kerabatku sepertinya telah memasukkanku ke dalam daftar hitam, mungkin karena campur tangan ayahku."
"Pakai milikku saja untuk menelepon mereka!"
Berni Wu memberikan ponselnya kepada Kayar Luo. Tanpa ragu, Kayar Luo segera menghubungi suatu nomor.
Telepon berdering cukup lama. Akhirnya seseorang menjawab, "Halo?"
Kayar Luo dengan cepat berteriak, "Ayah, ini aku Kayar Luo ..."
"Tut ... tut ... tut ..."
Orang di ujung telepon langsung memutus panggilan secepat kilat berkelebat. Ketika Kayar Luo mencoba menghubungi kembali, teleponnya sudah dimatikan.
Kayar Luo memandang Berni Wu dengan ekspresi sedih. "Kakak, kamu lihat sikap ayahku, ‘kan."
Sambil berbicara, si brengsek bahkan tidak lupa mengisap rokok dengan penuh semangat.
"Aku akan membunuhmu!"
Api amarah yang ditahan Berni Wu sepanjang malam akhirnya meledak. Dia mengambil termos yang ada di atas meja dan hendak membenturkannya pada Kayar Luo.
"Ampun, lepaskan aku, Kak!"
Kayar Luo refleks melindungi kepalanya karena merasa terancam.
Berni sangat menyukai termos itu. Jika tidak, Berni Wu pasti ingin langsung menghancurkannya berkeping-keping. Setelah memaksa diri untuk tetap tenang, Berni Wu menggertakkan gigi dan merutuk, "Kamu punya mobil sport, kan? Jual itu!"
Kayar menunduk, lalu berdiskusi dengan hati-hati. "Biaya perbaikannya saja sudah lebih dari 40.000 yuan. Aku tidak punya uang untuk membayarnya. Ba-bagaimana kalau kamu dulu yang membayarnya? Nanti mobilku bisa dijual seharga 6 juta!"
"Kraak!"
Berni Wu sangat marah hingga hampir merusak giginya. Dia sangat menyesal karena terus-menerus mengingatkan diri sendiri untuk tidak serakah dan mengalami kerugian besar. Namun, pada akhirnya dia masih saja terjebak dalam perangkap yang tiba-tiba muncul dan membuatnya terpesona dengan kekayaan yang tak terduga.
"Kring... Kring… " Tiba-tiba nada dering telepon yang tidak terduga menggema, membuat Berni Wu yang merasa bersalah terkejut hingga gemetar.
Melihat nomor yang tertera masih dari Arbor Qi, Berni Wu menghela napas dan mengangkatnya.
"Berni Wu, bosku khawatir. Dia memintaku untuk mengawasi anak yang bersamamu itu. Kamu ada di mana? Aku akan datang ke sana ..."
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved