chapter 10 Penyebab Penyakit Quenni yang Sebenarnya
by Tanary
17:27,Nov 04,2023
"Dokter Tanu, aku sudah memutuskan dia boleh membantu, mohon jangan menghalanginya."
Sikap Yanuar kurang bersahabat.
Jelas, dia tidak senang melihat penolakan Tanu.
Dua pengawal masuk ke kamar dan menarik Tanu menjauh.
Wajah Tanu memerah, dia kecewa dan kesal, "Pak Yanuar, kalau sampai terjadi sesuatu, jangan salahkan aku karena aku sudah memperingatkanmu!"
Simon mulai mengobati Quenni, dengan cermat dia menentukan beberapa titik akupunktur di tubuhnya.
Dikeluarkannya beberapa jarum perak dan segera ditusukkannya ke beberapa titik akupunktur di tubuh Quenni sesuai analisa yang terpikirkan olehnya.
Simon sangat cekatan dan tepat sasaran.
Tanu menyaksikan semua sambil memicingkan matanya.
Dia... menguasai teknik akupuntur juga?
"Uhuk... Uhuk..."
Quenni yang dari tadi pingsan tiba-tiba terbatuk dua kali dan kemudian terbangun.
"Quenni!"
Yanuar langsung mendekatinya, dia terlihat senang.
Quenni menatao Yanuar dengan tatapan kosong.
Dia memang sudah sadar, tetapi gangguan jiwanya belum pulih.
Yanuar tetap bersyukur, kenyataannya putrinya masih selamat.
Tanu yang berada di samping diam-diam juga menarik napas lega.
"Pak Yanuar, mohon minggir dulu. Proses pengobatannya belum tuntas."
Simon memberi tahu.
Yanuar terlihat sedikit terkejut.
"Kalau sumber utama penyakitnya tidak diobati, suatu hari dia tetap bisa kambuh dan jatuh pingsan lagi."
Simon menjelaskan dengan serius.
Yanuar buru-buru mundur, tetapi dia bertanya dalam hati, apa ada penyebab lain yang membuat Quenni tidak sadar?
"Nona Quenni, tahan ya."
Simon mengulurkan dua jari dan menekannya di antara alis Quenni, sementara tangan lainnya menepuk bagian belakang kepala Quenni.
Wajah Quenni meringis menahan kesakitan.
"Berhenti!"
Tanu tidak ingin pengobatan ini dilanjutkan, sehingga dia langsung bergegas maju, "Kamu bisa membunuhnya, mana ada orang yang menyelamatkan orang lain dengan cara seperti ini?"
"Tahan dia!"
Yanuar berteriak dengan suara tegas dan dua orang pengawal memegangi Tanu.
Sebenarnya Yanuar sendiri ingin menghentikan Simon, tetapi kemudian dia terpikir sesuatu.
Kalau Simon tidak berniat menolong Quenni, dia tidak akan membuatnya tersadar kembali seperti saat ini.
Itu sebabnya Yanuar lebih memercayai Simon, karena dia menaruh harapan padanya, dia tidak akan mengijinkan orang lain mengganggu Simon.
Tak lama kemudian, terlihat sesuatu keluar dari kepala Quenni dan ternyata benda itu adalah ujung jarum.
Simon mengulurkan jarinya untuk menjepit ujung jarum dan mencabutnya keluar pelan-pelan.
Jarum perak itu panjangnya sekitar dua sentimeter.
"Pak Yanuar, inilah penyebab Nona Quenni tidak sadarkan diri."
Simon menatap Yanuar sambil memperlihatkan jarum di tangannya.
Wajah Yanuar langsung pucat karena kaget.
Ternyata Quenni sering pingsan bukan karena gangguan jiwa, tetapi karena... jarum perak ini!
"Tapi… bagaimana bisa ada jarum ini di tubuh Quenni?"
Yanuar bertanya bingung.
"Sepertinya kamu harus menanyakan ini padanya."
Simon tersenyum tipis sambil mengalihan pandangannya ke arah Tanu.
Tanu menjadi panik, "Hei, jangan menuduhku!"
"Pak Yanuar, selama tiga tahun terakhir ini kamu sudah menjadi saksi hidup bagaimana aku berusaha keras mengobati Nona Quenni, mana mungkin aku yang mencelakainya?"
Yanuar terdiam.
Kenyataannya, setiap kali Quenni tidak sadarkan diri, Tanu memang berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkannya.
Apalagi, menurutnya Tanu tidak mendapat keuntungan apa-apa dengan menyakiti Quenni.
"Kamu tetap tidak mau mengaku?"
Simon melanjutkan, "Jarum ini namanya Jarum Pemutus Jiwa dan berfungsi untuk menekan sistem saraf pusat. Menusukkan jarum ini sama saja dengan menelan makanan beracun dalam jangka panjang. Nona Quenni jadi tidak sadarkan diri dan lama kelamaan menjadi lumpuh bahkan mati."
"Jarum ini pasti sudah dimasukkan ke tubuh Quenni sebelum pertama kali dia tidak sadarkan diri."
"Pak Yanuar, apa ada seseorang yang berduaan saja dengan Nona Quenni saat dia tidak sadarkan diri?"
Yanuar mencoba mengingat-ingat, akhirnya dia berkata, "Waktu gejala ini muncul pertama kali, dia memang hanya berduaan saja dengan Dokter Tanu."
"Kemudian, apa Quenni tidak sadarkan diri sehari setelah diobati?"
Seulas senyum tergambar di wajah Simon, "Jarum Pemutus jiwa mulai bereaksi setelah dua puluh empat jam."
"Pak Yanuar, apa buktinya masih kurang?"
Yanuar sangat murka dan menatap Tanu, "Dokter Tanu, tega sekali kamu berbuat ini padaku? Aku sangat memercayaimu!"
"Pak Yanuar, ma ... maaf. Aku juga terpaksa, aku bersalah. Maafkan aku!"
Karena semua bukti sudah terungkap, Tanu yang bersalah pun tidak bisa menutupi lagi dan langsung bersujud.
"Mengakulah, siapa yang menyuruhmu? Kalau kamu mengaku, aku akan mengampunimu, tapi kalau tidak berkata jujur, kamu tahu 'kan apa yang akan kulakukan?"
Ancam Yanuar tanpa ampun.
"Pak Yanuar, kumohon. Aku tidak bisa mengatakannya karena istri dan putriku juga ditawan! Aku terjepit, kumohon bebaskan aku!"
Tanu terus bersujud minta dikasihani.
Yanuar tetap tidak terpengaruh, dia lalu memberi perintah, "Seret dia pergi dan siksa sampai dia mengaku!"
Sontak, Tanu pun pucat pasi, dia paham betul cara Yanuar memperlakukan orang yang merugikannya.
Setelah berpikir sejenak, tiba-tiba dia mengigit sesuatu dalam mulutnya.
Beberapa detik kemudian, mulutnya memuntahkan darah. Dia tersungkur ke tanah, kejang beberapa kali lalu berhenti bergerak.
Kejadiannya begitu cepat dan singkat, tidak ada yang sempat bereaksi.
Simon menghampiri Tanu dan memeriksa pernapasannya, "Dia sudah mati, sepertinya menelan racun."
"Ini pasti ulah salah seorang sainganku."
Yanuar terlihat marah. Sambil mengertakkan gigi menahan amarah dia berkata. "Kenapa mereka tidak berani langsung menyerangku? Kenapa harus menyakiti putriku? Awas saja, kalau berhasil kutemukan, kupastikan mereka mati mengenaskan!"
"Ini belum tentu ulah sainganmu, mungkin ada orang lain."
Simon menyela dengan santai, mencoba menerka siapa dalang dari semua ini.
"Apa kamu tahu siapa otak dari semua ini?"
Mata Yanuar menegang.
"Dia akan muncul dalam beberapa hari."
Simon mencoba menceritakan, "Pak Yanuar, bukan aku yang mencelakai putrimu. Aku hanya dijadikan kambing hitam."
"Kamu difitnah?"
Yanuar terkejut. "Tanpa bukti, perkataanmu hanya omong kosong, apa kamu punya buktinya?"
"Belum, tapi dalam tujuh hari ini aku harus mengungkapkan yang sebenarnya."
"Selain itu, aku juga bisa menyembuhkan gangguan jiwa Nona Quenni. Aku akan melakukannya secara bertahap, pertama akan kuselesaikan masalah yang disebabkan oleh Jarum Pemutus Jiwa aku supaya dia bisa pulih dan lebih kuat. Minggu depan aku akan datang mengobatinya lagi."
Simon menjelaskan.
Gangguan jiwa Quenni masih bisa diobati?
Yanuar tentu sangat gembira, mengangguk dalam-dalam dan berkata, "Baiklah, kutunggu kabar darimu!"
"Aku, Yanuar, adalah orang yang memisahkan dendam dan balas budi dengan jelas. Asal kamu bisa mengobati Quenni, meski kamu tidak berhasil membuktikannya, kuanggap kita impas."
Simon mengangguk dan hendak pergi dari situ.
Tiba-tiba, seseorang yang menarik ujung bajunya.
Dia balik badan dan melihat Quenni mengulurkan tangan dan memegang erat ujung bajunya.
Wajahnya memelas.
Simon terhenyak dan menatap gadis yang kira-kira baru berumur delapan belas atau sembilan belas tahun ini.
Raut wajah polos itu sungguh membuatnya jatuh kasihan.
Tatapan mata gadis ini membuat Simon ingin memberinya rasa aman.
"Yang nurut ya, kakak akan mengunjungimu lagi."
Simon tersenyum dan mengusap kepala Quenni, lalu balik badan dan pergi.
Yanuar heran menyaksikan adegan ini.
Melihat punggung Simon yang pergi, Yongki Wu bertanya, "Bos, apa perlu aku mencari tahu lagi untuk menemukan siapa pelaku sebenarnya?"
"Tidak perlu."
Yanuar menggeleng kepalanya, "Aku percaya dia bisa membawa fakta ke hadapanku. Kalau dia bisa mengobati putriku, artinya memang orang lain yang mencelakai putriku dan artinya dialah penyelamatku. Aku pasti akan balas budi dan memberinya harga yang setimpal."
…
Sekarang setelah ada titik terang otak pelaku yang sebenarnya, artinya masa krisis sudah terlewati. Simon pun berniat menengok ibu dan adiknya.
Dia langsung naik taksi dan tiba di pintu masuk sebuah desa di Kota Tua.
Saat dia memandang barisan rumah tua, hatinya penuh gejolak emosi.
Di tempat inilah dia dibesarkan.
Dia berjalan perlahan menuju rumahnya. Ketika sudah dekat, terdengar suara teriakan yang jelas di telinganya.
"Wanda, siapa yang mengizinkanmu menjemur baju di sini? Cepat singkirkan, kalau tidak akan kubakar jadi abu!"
Di depan deretan jemuran, ada seorang wanita berperawakan tinggi dan agak berisi sedang bertolak pinggang sambil mengumpat wanita lain.
Wanita itu sangat jorok karena air liurnya muncrat ke mana-mana, bahkan ada beberapa serangga yang berterbangan di sekitarnya.
Tak lama kemudian, muncul perempuan lain berumur sekitar empat puluh tahun. Penampilannya kalem dan anggun, dia tidak terlihat seperti penduduk desa kebanyakan.
"Ini tempat umum, kalau kamu boleh menjemur di sini, kenapa aku tidak?"
Wanita bernama Wanda Su menjawab dengan sopan.
"Karena kamu tidak pantas memakai tempat ini. Dasar tidak tahu diri, panak laki-lakimu itu adalah pemerkosa dan sudah mencoreng nama baik tempat tinggal kita!"
Hani Hu menghina dengan lantang dan memelototi Wanda dengan penuh kebencian.
Wanda gemetar sesaat mendengar hinaan yang sangat memalukan ini, tetapi dia diam saja.
Hani masih belum puas dan melanjutkan, "Kelakuan anak itu menurun dari ibu. Kalau anakmu bukan orang baik-baik, kamu juga pasti bukan bukan orang baik!"
"Lihat saja penampilan centilmu, suamiku yang sudah tua pun tertarik padamu dan sering diam-diam melirikmu!"
"Katakan, apa kamu menggodanya?"
Setelah bicara, Hani mengangkat tangan dan berniat menampar Wanda.
"Jangan sentuh ibuku!"
Tiba-tiba, datanglah seseorang di hadapannya dan menahan pergelangan tangannya.
Orang itu adalah Simon.
Sikap Yanuar kurang bersahabat.
Jelas, dia tidak senang melihat penolakan Tanu.
Dua pengawal masuk ke kamar dan menarik Tanu menjauh.
Wajah Tanu memerah, dia kecewa dan kesal, "Pak Yanuar, kalau sampai terjadi sesuatu, jangan salahkan aku karena aku sudah memperingatkanmu!"
Simon mulai mengobati Quenni, dengan cermat dia menentukan beberapa titik akupunktur di tubuhnya.
Dikeluarkannya beberapa jarum perak dan segera ditusukkannya ke beberapa titik akupunktur di tubuh Quenni sesuai analisa yang terpikirkan olehnya.
Simon sangat cekatan dan tepat sasaran.
Tanu menyaksikan semua sambil memicingkan matanya.
Dia... menguasai teknik akupuntur juga?
"Uhuk... Uhuk..."
Quenni yang dari tadi pingsan tiba-tiba terbatuk dua kali dan kemudian terbangun.
"Quenni!"
Yanuar langsung mendekatinya, dia terlihat senang.
Quenni menatao Yanuar dengan tatapan kosong.
Dia memang sudah sadar, tetapi gangguan jiwanya belum pulih.
Yanuar tetap bersyukur, kenyataannya putrinya masih selamat.
Tanu yang berada di samping diam-diam juga menarik napas lega.
"Pak Yanuar, mohon minggir dulu. Proses pengobatannya belum tuntas."
Simon memberi tahu.
Yanuar terlihat sedikit terkejut.
"Kalau sumber utama penyakitnya tidak diobati, suatu hari dia tetap bisa kambuh dan jatuh pingsan lagi."
Simon menjelaskan dengan serius.
Yanuar buru-buru mundur, tetapi dia bertanya dalam hati, apa ada penyebab lain yang membuat Quenni tidak sadar?
"Nona Quenni, tahan ya."
Simon mengulurkan dua jari dan menekannya di antara alis Quenni, sementara tangan lainnya menepuk bagian belakang kepala Quenni.
Wajah Quenni meringis menahan kesakitan.
"Berhenti!"
Tanu tidak ingin pengobatan ini dilanjutkan, sehingga dia langsung bergegas maju, "Kamu bisa membunuhnya, mana ada orang yang menyelamatkan orang lain dengan cara seperti ini?"
"Tahan dia!"
Yanuar berteriak dengan suara tegas dan dua orang pengawal memegangi Tanu.
Sebenarnya Yanuar sendiri ingin menghentikan Simon, tetapi kemudian dia terpikir sesuatu.
Kalau Simon tidak berniat menolong Quenni, dia tidak akan membuatnya tersadar kembali seperti saat ini.
Itu sebabnya Yanuar lebih memercayai Simon, karena dia menaruh harapan padanya, dia tidak akan mengijinkan orang lain mengganggu Simon.
Tak lama kemudian, terlihat sesuatu keluar dari kepala Quenni dan ternyata benda itu adalah ujung jarum.
Simon mengulurkan jarinya untuk menjepit ujung jarum dan mencabutnya keluar pelan-pelan.
Jarum perak itu panjangnya sekitar dua sentimeter.
"Pak Yanuar, inilah penyebab Nona Quenni tidak sadarkan diri."
Simon menatap Yanuar sambil memperlihatkan jarum di tangannya.
Wajah Yanuar langsung pucat karena kaget.
Ternyata Quenni sering pingsan bukan karena gangguan jiwa, tetapi karena... jarum perak ini!
"Tapi… bagaimana bisa ada jarum ini di tubuh Quenni?"
Yanuar bertanya bingung.
"Sepertinya kamu harus menanyakan ini padanya."
Simon tersenyum tipis sambil mengalihan pandangannya ke arah Tanu.
Tanu menjadi panik, "Hei, jangan menuduhku!"
"Pak Yanuar, selama tiga tahun terakhir ini kamu sudah menjadi saksi hidup bagaimana aku berusaha keras mengobati Nona Quenni, mana mungkin aku yang mencelakainya?"
Yanuar terdiam.
Kenyataannya, setiap kali Quenni tidak sadarkan diri, Tanu memang berusaha sekuat tenaga untuk menyelamatkannya.
Apalagi, menurutnya Tanu tidak mendapat keuntungan apa-apa dengan menyakiti Quenni.
"Kamu tetap tidak mau mengaku?"
Simon melanjutkan, "Jarum ini namanya Jarum Pemutus Jiwa dan berfungsi untuk menekan sistem saraf pusat. Menusukkan jarum ini sama saja dengan menelan makanan beracun dalam jangka panjang. Nona Quenni jadi tidak sadarkan diri dan lama kelamaan menjadi lumpuh bahkan mati."
"Jarum ini pasti sudah dimasukkan ke tubuh Quenni sebelum pertama kali dia tidak sadarkan diri."
"Pak Yanuar, apa ada seseorang yang berduaan saja dengan Nona Quenni saat dia tidak sadarkan diri?"
Yanuar mencoba mengingat-ingat, akhirnya dia berkata, "Waktu gejala ini muncul pertama kali, dia memang hanya berduaan saja dengan Dokter Tanu."
"Kemudian, apa Quenni tidak sadarkan diri sehari setelah diobati?"
Seulas senyum tergambar di wajah Simon, "Jarum Pemutus jiwa mulai bereaksi setelah dua puluh empat jam."
"Pak Yanuar, apa buktinya masih kurang?"
Yanuar sangat murka dan menatap Tanu, "Dokter Tanu, tega sekali kamu berbuat ini padaku? Aku sangat memercayaimu!"
"Pak Yanuar, ma ... maaf. Aku juga terpaksa, aku bersalah. Maafkan aku!"
Karena semua bukti sudah terungkap, Tanu yang bersalah pun tidak bisa menutupi lagi dan langsung bersujud.
"Mengakulah, siapa yang menyuruhmu? Kalau kamu mengaku, aku akan mengampunimu, tapi kalau tidak berkata jujur, kamu tahu 'kan apa yang akan kulakukan?"
Ancam Yanuar tanpa ampun.
"Pak Yanuar, kumohon. Aku tidak bisa mengatakannya karena istri dan putriku juga ditawan! Aku terjepit, kumohon bebaskan aku!"
Tanu terus bersujud minta dikasihani.
Yanuar tetap tidak terpengaruh, dia lalu memberi perintah, "Seret dia pergi dan siksa sampai dia mengaku!"
Sontak, Tanu pun pucat pasi, dia paham betul cara Yanuar memperlakukan orang yang merugikannya.
Setelah berpikir sejenak, tiba-tiba dia mengigit sesuatu dalam mulutnya.
Beberapa detik kemudian, mulutnya memuntahkan darah. Dia tersungkur ke tanah, kejang beberapa kali lalu berhenti bergerak.
Kejadiannya begitu cepat dan singkat, tidak ada yang sempat bereaksi.
Simon menghampiri Tanu dan memeriksa pernapasannya, "Dia sudah mati, sepertinya menelan racun."
"Ini pasti ulah salah seorang sainganku."
Yanuar terlihat marah. Sambil mengertakkan gigi menahan amarah dia berkata. "Kenapa mereka tidak berani langsung menyerangku? Kenapa harus menyakiti putriku? Awas saja, kalau berhasil kutemukan, kupastikan mereka mati mengenaskan!"
"Ini belum tentu ulah sainganmu, mungkin ada orang lain."
Simon menyela dengan santai, mencoba menerka siapa dalang dari semua ini.
"Apa kamu tahu siapa otak dari semua ini?"
Mata Yanuar menegang.
"Dia akan muncul dalam beberapa hari."
Simon mencoba menceritakan, "Pak Yanuar, bukan aku yang mencelakai putrimu. Aku hanya dijadikan kambing hitam."
"Kamu difitnah?"
Yanuar terkejut. "Tanpa bukti, perkataanmu hanya omong kosong, apa kamu punya buktinya?"
"Belum, tapi dalam tujuh hari ini aku harus mengungkapkan yang sebenarnya."
"Selain itu, aku juga bisa menyembuhkan gangguan jiwa Nona Quenni. Aku akan melakukannya secara bertahap, pertama akan kuselesaikan masalah yang disebabkan oleh Jarum Pemutus Jiwa aku supaya dia bisa pulih dan lebih kuat. Minggu depan aku akan datang mengobatinya lagi."
Simon menjelaskan.
Gangguan jiwa Quenni masih bisa diobati?
Yanuar tentu sangat gembira, mengangguk dalam-dalam dan berkata, "Baiklah, kutunggu kabar darimu!"
"Aku, Yanuar, adalah orang yang memisahkan dendam dan balas budi dengan jelas. Asal kamu bisa mengobati Quenni, meski kamu tidak berhasil membuktikannya, kuanggap kita impas."
Simon mengangguk dan hendak pergi dari situ.
Tiba-tiba, seseorang yang menarik ujung bajunya.
Dia balik badan dan melihat Quenni mengulurkan tangan dan memegang erat ujung bajunya.
Wajahnya memelas.
Simon terhenyak dan menatap gadis yang kira-kira baru berumur delapan belas atau sembilan belas tahun ini.
Raut wajah polos itu sungguh membuatnya jatuh kasihan.
Tatapan mata gadis ini membuat Simon ingin memberinya rasa aman.
"Yang nurut ya, kakak akan mengunjungimu lagi."
Simon tersenyum dan mengusap kepala Quenni, lalu balik badan dan pergi.
Yanuar heran menyaksikan adegan ini.
Melihat punggung Simon yang pergi, Yongki Wu bertanya, "Bos, apa perlu aku mencari tahu lagi untuk menemukan siapa pelaku sebenarnya?"
"Tidak perlu."
Yanuar menggeleng kepalanya, "Aku percaya dia bisa membawa fakta ke hadapanku. Kalau dia bisa mengobati putriku, artinya memang orang lain yang mencelakai putriku dan artinya dialah penyelamatku. Aku pasti akan balas budi dan memberinya harga yang setimpal."
…
Sekarang setelah ada titik terang otak pelaku yang sebenarnya, artinya masa krisis sudah terlewati. Simon pun berniat menengok ibu dan adiknya.
Dia langsung naik taksi dan tiba di pintu masuk sebuah desa di Kota Tua.
Saat dia memandang barisan rumah tua, hatinya penuh gejolak emosi.
Di tempat inilah dia dibesarkan.
Dia berjalan perlahan menuju rumahnya. Ketika sudah dekat, terdengar suara teriakan yang jelas di telinganya.
"Wanda, siapa yang mengizinkanmu menjemur baju di sini? Cepat singkirkan, kalau tidak akan kubakar jadi abu!"
Di depan deretan jemuran, ada seorang wanita berperawakan tinggi dan agak berisi sedang bertolak pinggang sambil mengumpat wanita lain.
Wanita itu sangat jorok karena air liurnya muncrat ke mana-mana, bahkan ada beberapa serangga yang berterbangan di sekitarnya.
Tak lama kemudian, muncul perempuan lain berumur sekitar empat puluh tahun. Penampilannya kalem dan anggun, dia tidak terlihat seperti penduduk desa kebanyakan.
"Ini tempat umum, kalau kamu boleh menjemur di sini, kenapa aku tidak?"
Wanita bernama Wanda Su menjawab dengan sopan.
"Karena kamu tidak pantas memakai tempat ini. Dasar tidak tahu diri, panak laki-lakimu itu adalah pemerkosa dan sudah mencoreng nama baik tempat tinggal kita!"
Hani Hu menghina dengan lantang dan memelototi Wanda dengan penuh kebencian.
Wanda gemetar sesaat mendengar hinaan yang sangat memalukan ini, tetapi dia diam saja.
Hani masih belum puas dan melanjutkan, "Kelakuan anak itu menurun dari ibu. Kalau anakmu bukan orang baik-baik, kamu juga pasti bukan bukan orang baik!"
"Lihat saja penampilan centilmu, suamiku yang sudah tua pun tertarik padamu dan sering diam-diam melirikmu!"
"Katakan, apa kamu menggodanya?"
Setelah bicara, Hani mengangkat tangan dan berniat menampar Wanda.
"Jangan sentuh ibuku!"
Tiba-tiba, datanglah seseorang di hadapannya dan menahan pergelangan tangannya.
Orang itu adalah Simon.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved