chapter 9 Ada Pembunuh

by Howie 22:09,Dec 07,2023
Keluarga Su adalah salah satu keluarga kaya di Kota Jola.

Meski saat ini keluarga itu sedang mengalami kesulitan finansial, tetap saja kekayaan dan kepopulerannya masih sangat dipertimbangkan.

Sekarang, seorang kurir seperti Willian berkata bahwa Sandra berasal dari latar belakang keluarga yang kurang baik?

Willian melihat perubahan ekspresi di wajah Sandra dan sambil tersenyum berkata, "Hei, aku bercanda! Jangan dimasukkan ke hati."

Sandra tidak memperpanjang masalah ini, lama-lama diasudah terbiasa dengan sifr Willian.

Wanita itu mengelap mulutnya dan berkata, "Ayo pergi."

Setelah turun ke lantai bawah, Willian mendorong sepeda listriknya.

Sandra membersihkan debu di jok belakang dengan tangannya dan duduk menyamping.

Sepanjang perjalanan, ada banyak orang yang melihat ke arahnya.

Sesampai di depan gerbang komplek tempat tinggal Willian, sebuah mobil MPV bermerek Mercedes-Benz berwarna hitam sedang parkir di luar gerbang.

Habert duduk di dalamnya dengan ekspresi muram.

Dia melihat Willian mengendarai sepeda listrik dengan membonceng Sandra dari balik kaca mobilnya. Laki-laki gendut itu merasa sangat geram dan meninju bagian belakang kursi depan dengan marah.

"Bajingan! Wanita jalang itu benar-benar sudah tidur dengan kurir rendahan!"

Wajahnya sampai memucat karena marah.

"Tuan Muda, apa yang akan Anda lakukan?" tanya seorang preman yang memakai kalung emas, di wajahnya terdapat bekas luka gores.

"Tentu saja kamu harus membunuhnya! Setelah itu pikirkan cara untuk membawa Sandra ke hotel, hari ini aku harus menidurinya!" teriak Habert.

Preman yang biasa dipanggil "Scar Face" itu mengangguk dan berkata, "Siap, saya pasti akan menghabisi laki-laki itu!"

"Kalau begitu kenapa kamu masih di sini? Cepat pergi dan bunuh dia!" teriak Habert sambil menendang paha Scar Face.

Preman itu keluar dari keluar dari mobil Habert dan naik ke sebuah mobil van. Mobil itu lantas mengikuti Willian.

Pada saat yang sama di sebuah ruang bawah tanah yang gelap.

Seorang bule mengeluarkan sebuah foto wanita dan menempelkan foto itu di dinding dengan menggunakan belati. Dia lantas berkata pada temannya, "Ayo pergi!"

Foto itu adalah foto Sonia Lin.

Willian mengendarai sepeda listriknya. Jika diperhatikan lebih cermat, dia sudah menghindari semua titik CCTV.

Dia mengendarai sepeda listriknya dengan sangat cepat, Sandra memegang baju laki-laki itu dengan sangat erat.

Jika bukan sedang mengendarai sepeda listrik yang kecepatannya terbatas, mungkin Willian sudah seperti pembalap Moto GP.

Sandra memegangi pinggang Willian, laki-laki itu juga memegang tangan kecil Sandra dengan hangat dan membiarkan wanita itu memeluknya.

Tubuh mereka menempel dengan erat, Sandra menyandarkan kepalanya di punggung Willian sampai bisa mendengar suara detak jantung laki-laki itu.

Sandra merasakan perasaan yang aneh.

Willian melirik kaca spionnya dan melihat sebuah Mercedes-Benz hitam dan mobil van yang dari tadi menguntitnya.

Dia juga sengaja memilih jalan berputar, kedua mobil itu masih saja mengikutinya.

Sandra tidak tahu apa-apa mengenai hal itu.

Sesampai di depan gerbang rumah Sandra, ternyata kedua mobil itu masih saja mengikuti mereka. Sepertinya kedua mobil itu mengincar Willian. Mau tidak mau, Willian harus meladeni mereka.

Dia menoleh dan berkata pada Sandra. "Ambillah barang-barang yang kamu perlukan, aku akan menunggu di sini."

"Kamu tidak berniat kabur, 'kan?"

"Memangnya aku ini laki-laki macam apa?!"

Sandra pun masuk ke rumahnya untuk mengambil dokumen.

Sementara Willian mengendarai sepeda listriknya menuju Komplek A.

Benar saja, mobil itu langsung mengikutinya.

Willian sampai di vila paling mewah di kawasan itu. Dia masuk dan membuka sofa yang di dalamnya berisi senapan.

Dia dengan cepat merakit senapan itu dan memasang peluru di dalamnya, kemudian keluar dari vila itu.

Tapi saat dirinya sampai di ujung tangga, Willian tiba-tiba mendengar suara dari arah lantai atas. Setelah didengarkan baik-baik, itu adalah suara wanita yang sedang asyik bernyanyi.

Willian berjalan pelan-pelan dengan menempelkan tubuhnya di tembok sambil menarik pelatuk senapan.

Dia melihat sebuah kamar dengan pintu terbuka di lantai dua.

Sebuah bra berenda hitam dan sebuah celana dalam dilemparkan ke tempat tidur, selain itu juga ada stoking hitam yang dilempar sembarangan dan menyantol di sandaran kursi.

Suara seorang wanita yang sedang menyanyi terdengar dari dalam kamar mandi.

Suara gemericik air pun tidak terdengar lagi.

Pintu kamar mandi itu dibuka.

Sonia yang tidak mengenakan pakaian sehelai pun itu keluar dari kamar mandi sambil mengelap rambutnya yang basah.

Dia langsung terkejut begitu melihat Willian yang memegang senapan di luar pintu.

"Aaaahhh!!!"

Sonia berteriak dan segera mengambil handuk untuk menutupi tubuh seksinya.

Willian menutup pintu kamar Sonia dari luar.

"Heh, kurir tengik! Aku akan membunuhmu!"

Willian tidak menggubrisnya dan berjalan menuju jendela dengan cepat.

Dia membuka celah gorden dan membidik ke arah komplek nomor enam.

Setelah itu Willian mengambil ponselnya dan menelepon seseorang.

"Halo, apa ini pengelola vila? Pipa air di rumahu rusak, apa kalian bisa datang dan memperbaikinya?"

Willian menutup teleponnya.

Dia meletakkan ponselnya di samping dan mulai menghitung mundur.

Dia bisa melihat mobil van yang tadi mengikutinya, selain itu dia juga melihat orang lain.

Pengelola vila datang dengan cepat.

Salah satu karyawan mengetuk pintu, tapi tidak ada satu orang pun yang keluar dari vila itu.

Karyawan itu lantas mencoba menghubungi penghuni vila itu melalui perekam suara yang dipasang di sebelah pintu.

Pada akhirnya mereka pergi dengan jengkel.

Willian langsung menarik pelatuk senapannya.

Sebuah suara senapan terdengar, tembakan Willian tepat mengenai bagian tengah pintu.

Ada lubang yang terbentuk akibat tembakan itu, Willian samar-samar bisa melihat seseorang yang tergeletak di dalamnya dengan bersimbah darah.

Orochi, pembunuh berdarah dingin yang menduduki peringkat keempat di dunia itu mati seketika.

Willian menelepon Sutarjo dan berkata, "Suruh beberapa orang datang kemari untuk membereskan TKP!"

"Baik."

Selesai menelepon, Sonia membuka pintu kamarnya dan melihat Willian dengan tatapan ingin membunuh.

"Berani sekali kamu masuk ke rumahku!"

Willian bersandar di tembok sambil menikmati keindahan tubuh Sonia.

Sonia mengenakan dress tidur seksi setengah transparan berwarna lilac.

Sebenarnya dress itu tidak terlalu terbuka, tapi terihat sangat seksi saat dikenakan oleh Sonia.

Sonia menarik kerah baju Willian sambil memegang ponsel, kemudian berkata, "Keluar sekarang juga! Kalau tidak, aku akan panggil polisi!"

Willian menyalakan rokonya dan berkata, "Apa ini rumahmu?"

"Tentu saja! Memangnya ini rumahmu?!"

"Bagaiamana kalau ternyata rumah ini adalah milikku?"

"Jangan mimpi! Kamu tahu berapa harga vila ini? Harganya 3,4 triliun! Dengan gajimu, kamu harus menunggu sampai ..." teriak Sonia dengan marah.

Willian melanjutkan perkataan Sonia dan berkata, "Mungkin harus menunggu sampai 17 tahun!"

"Aku dan kamu sangat berbeda! Aku peringatkan kamu, jauhi sahabatku! Kamu hanya akan menjadi laki-laki yang cuma bisa menumpang makan di rumah Sandra!"

"Aku tidak suka mendengar perkataan kasarmu, memangnya kamu pikir aku ini laki-laki macam apa?"

"Apa yang kukatakan benar, 'kan? Memangnya kamu bisa menafkahi Sandra dengan gajimu yang sedikit itu?"

Pada saat ini Willian tiba-tiba berlari dan menindih Sonia.

"Aaahhhh!!!"

Sonia berteriak.

"Berengsek! Lepaskan aku! Awas sa ..."

Sebelum Sonia sempat menyelesaikan perkataanya, tiba-tiba terdengar suara ledakan.

Lukisan yang dipajang di dinding pun sampai terjatuh.

Perabot dan vas di sekitar mereka hancur berantakan.

Ada peluru yang menempel di dinding.

Wajah Sonia memucat, dia merasa sangat ketakutan.

"A... apa yang terjadi?"

Willian bergelinding menuju kamar sambil memeluk Sonia.

Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

290