chapter 10 Abasi
by Howie
22:09,Dec 07,2023
Sonia yang semua meneriaki Willian dengan marah, saat ini hanya bisa meringkuk ketakutan di dalam pelukan Willian.
Dia sesekali mengintip ke arah luar.
Bum!!!
Jendela kamar tidurnya dipecahkan oleh tembakan.
Pecahan kaca jendela kamarnya berserakan di mana-mana, sebuah peluru kembali menancap di dinding.
Sonia kembali berteriak ketakutan, dadanya sampai bergetar.
Willian menundukkan kepalanya dan melirik dada Sonia.
Sonia menutupi dadanya dan berkata, "Lihat ke mana matamu itu? Dasar mesum!"
Willian duduk dan bersandar ke dinding.
Dia melihat ke arah Sonia dan berkata, "Sudah aman, kamu bisa berdiri."
Sonia berdiri dengan pelan, sejujurnya dia masih merasa sangat takut. Tapi saat dia berdiri dengan stabil, Willian malah menendang kakinya. Wanita itu pun tersungkur ke lantai.
Sebelum Sonia sempat berteriak, suara peluru kembali terdengar.
Retakan di dinding akibat peluru kembali bertambah.
Pada saat ini, Willian langsung beraksi.
Dia menembak melalu jendela.
Asap muncul dari ujung senapan Willian.
Dia melihat satu orang yang terkena tembakannya melalui teropong pembidik.
Sonia benar-benar ketakutan.
Dia menyadari bahwa dirinya hanya dijadikan umpan untuk memancing musuh, wanita itu merasa ketakutan sekaligus marah.
"Hei, kurir! Sebenarnya apa yang terjadi?"
Willian tidak menjawab dan mencabut peluru-peluru yang menempel di dinding.
Peluru-peluru itu tidak sama dengan peluru pada umumnya, ada simbol Star of David yang terukir di atasnya.
"Apa kamu pernah berbuat salah dengan orang-orang Eropa Timur?" tanya Willian.
"Aku tidak mengerti apa maksudmu."
Willian melempar salah satu peluru pada Sonia, kemudian berkata, "Peluru ini adalah peluru yang secara khusus digunakan oleh Abasi, organisasi pembunuh terbesar di Eropa Timur. Kalau kamu tidak ingin mengatakan apa-apa lagi, aku akan pergi."
"Jangan pergi! Aku takut!" bujuk Sonia.
"Kalau begitu katakan yang sebenarnya!"
Willian mengeluarkan peluru dari senapannya.
Cangkang peluru yang berada di dalam senapan itu pun melompat keluar.
Dia sengaja meminta Sutarjo untuk menyiapkan dua peluru hanya untuk menggertak musuh.
Sekarang sudah tidak ada peluru yang tersisa disenapannya.
Wajah Sonia memucat,dia berkata, "Aku pernah menanam saham untuk tim peneliti ilmiah. Sebulan yang lalu, tim itu mengembangkan obat jenis baru. Beberapa bos dari Eropa Timur ingin membeli teknologi inti milikku, tapi aku menolaknya. Mereka mengatakan bahwa aku pasti akan menyesal, pasti penembak itu adalah utusan mereka."
Willian bisa memahami alasan itu.
Sonia tiba-tiba menyadari sesuatu.
"Omong-omong, kenapa kamu bisa ada di sini? Bahkan memegang senapan? Itu 'kan senjata ilegal?"
"Kamu tidak perlu tahu siapa aku yang sebenarnya!" Willian berkata dengan nada bicara sok misterius.
"Kamu menjadi kurir hanya untuk menyamar, 'kan?" tebak Sonia.
Willian tertawa seperti tokoh antagonis di film-film, kemudian berkata, "Anggap saja kejadian hari ini tidak pernah terjadi, mengerti?"
Sonia mengangguk dengan patuh.
Dia berpikir sejenak, kemudian bertanya, "Apa Sandra mengetahui hal ini? Apa aku perlu memberitahunya?"
"Cukup kamu sendiri saja yang tahu tentang hal ini. Kalau kamu berani mengatakannya pada orang lain, kalian semua akan mati," gertak Willian.
Sonia kembali mengangguk dengan patuh.
Willian merasa lucu atas kepolosan Sonia, padahal sebelumnya dia sangat sombong dan meremehkannya.
"Ssst!" Willian tiba-tiba menyuruh Sonia untuk diam.
Sonia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari lantai bawah.
Willian memegang pintu kamar dengan sangat hati-hati untuk menyelidiki siapa yang datang.
Pada saat ini, kembali terdengar suara tembakan.
Pintu kamar Sonia hancur berkeping-keping.
Sonia sangat ketakutan, dia meringkuk sambil memegangi kepalanya.
Peluru di dalam senapan Willian sudah habis.
Willian melihat pecahan kaca di lantai dan kemudian melirik Sonia.
"Berikan bramu padaku."
"Dasar mesum! Di saat seperti ini otakmu masih saja dipenuhi hal kotor!"
"Jangan protes! Cepat berikan saja!"
Sonia menutup dadanya.
"Kalau kamu masih ingin hidup, cepat berikan padaku!" desak Willian.
Sonia yang merasa ketakutan dan tertekan itu melepas branya dan menyerahkannya pada Willian, kemudian berkata, "Dasar tidak tahu malu!"
Willian menangkap bra Sonia dan melepas talinya untuk menguji keelastisitasannya.
Ternyata bra milik Sonia tidak cukup elastis, Willian lantas berkata, "Berikan celana dalammu padaku."
Wajah Sonia memerah, dia berkata, "Dasar sinting!"
"Cepat berikan kalau kamu tidak mau mati!"
Wajah Sonia memerah, begitu juga telinga dan lehernya.
"Kalau begitu balikkan badanmu! Jangan mengintip!"
Willian membalikkan badannya, tidak lama kemudian Sonia melemparkan celana dalam padanya. Wanita itu lantas menutup tubuhnya erat-erat dengan dressnya.
Kaki jenjangnya yang putih nan mulus terlihat cukup menggoda.
Saat ini Willian tidak berpikir untuk menikmati keindahan tubuh Sonia dan mulai menyiapkan tali bra dan karet celana dalam Sonia di tangannya.
Setelah menguji kelenturannya, Willian mengambil pecahan kaca. Dia berniat membuat ketapel.
Dia berpura-pura menjulurkan kepalanya untuk memeriksa keadaan.
Pihak lawan kembali menembak.
Sebelum lawan menembakkan peluru selanjutnya, Willian berbalik dan menarik ketapel buatannya, kemudian membidik dan menembakkannya ke arah musuh.
Pecahan kaca pun terbang melesat dengan cepat ke arah musuh.
Pecahan kaca itu berhasil menggorok arteri karotis si pembunuh.
Pembunuh itu terhuyung mundur.
Willian bergegas keluar seperti seekor harimau yang hendak menerkam mangsanya, dia menendang wajah musuh dengan kuat.
Dia melilit tangannya dan dan mengunci kepala musuh.
Itulah jurus Jeratan Tangan Naga yang sudah dirinya pelajari.
Terdengar suara jeritan.
Pembunuh itu memuntahkan darah dan tergeletak di lantai.
Willian menempelkan tubuhnya ke dinding agar tidak ketahuan.
Dia menoleh dan melihat Sonia yang sedang menatapnya sambil membelalakkan mata dan membuka mulutnya lebar-lebar.
Kemampuan bertarung Willian sudah membuatnya takjub, bahkan para pengawalnya saja tidak sehebat itu.
Willian bisa melihat lekuk tubuh Sonia dari balik dress lilac yang nyaris transparan itu.
Ujung dressnya hanya mencapai setengah pahanya yang putih dan mulus bagaikan giok.
Sonia memang seorang wanita cantik dengan tubuh seksi dan proporsional.
Setelah menyadari bahwa Willian sedang menatapnya dengan tatapan mesum, Sonia langsung menutupi dadanya dan berkata, "Jangan jelalatan! Nanti kucungkil matamu!"
Willian mengalihkan pandangannya dan berkata, "Dadamu saja tidak sebesar dada bidangku, untuk apa aku melihatnya?"
Sonia merasa sangat jengkel, tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertengkar. Dia lantas mengalihkan topik pembicaraan dan bertanya, "Apa situasinya masih berbahaya?"
Willian mengambil senapan dan melihat tato di tubuh musuhnya yang sudah tak bernyawa itu.
Ada simbol Star of David di pergelangan tangannya, tato Fallen Angel di punggungnya dan enam tato Star of David seukuran koin di bahunya.
"Tato Fallen Angel dan enam tato Star of David seukuran koin," gumam Willian.
"Apa itu?" Sonia mendekati Willian sambil menutupi tubuhnya.
"Dalam Bahasa Latin, Abasi artinya neraka. Organisasi pembunuh ini bernama Abasi. Mereka dipimpin oleh pembunuh terkuat. Sembilan Bintang Fallen Angel, bisa disebut Satan atau Lucifier. Level pembunuh di organisasi tersebut berada di level satu sampai sembilan. Untuk mengetahui level setiap anggota, bisa dilihat dari jumlah tato bintang di tubuhnya. Apa kamu mengeluarkan banyak uang demi tim peneliti itu sampai mampu membuat pembunuh level enam organisasi sekelas Abasi turun tangan secara langsung?"
Sonia tercengang.
Willian menjelaskan dengan sangat detail.
"Benar! Tim peneliti itu berhasil mengembangkan teknologi yang bisa mengubah gen manusia!" jawab Sonia.
Kali ini giliran Willian yang merasa takjub.
"Pantas saja!"
"Apa sekarang situasinya sudah benar-benar aman?" tanya Sonia dengan khawatir.
Willian bersandar di dinding sambil menikmati keindahan tubuh Sonia.
"Seharusnya masih ada satu orang lagi."
"Matamu lihat ke mana, hah?!"
"Yah, padahal ini rezekiku," ujar Willian sambil menoleh.
Wajah Sonia kembali memerah, dia mengencangkan dress tidurnya. Wanita itu tidak sering tinggal di vila tersebut, pakaian yang dia bawa hanya sedikit.
"Dasar tidak tahu malu, aku heran kenapa Sandra ..."
Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Willian tiba-tiba menutup mulut Sandra dan menekannya ke dinding.
"Ssst, ada yang datang!" ujar Willian dengan suara pelan.
Dia sesekali mengintip ke arah luar.
Bum!!!
Jendela kamar tidurnya dipecahkan oleh tembakan.
Pecahan kaca jendela kamarnya berserakan di mana-mana, sebuah peluru kembali menancap di dinding.
Sonia kembali berteriak ketakutan, dadanya sampai bergetar.
Willian menundukkan kepalanya dan melirik dada Sonia.
Sonia menutupi dadanya dan berkata, "Lihat ke mana matamu itu? Dasar mesum!"
Willian duduk dan bersandar ke dinding.
Dia melihat ke arah Sonia dan berkata, "Sudah aman, kamu bisa berdiri."
Sonia berdiri dengan pelan, sejujurnya dia masih merasa sangat takut. Tapi saat dia berdiri dengan stabil, Willian malah menendang kakinya. Wanita itu pun tersungkur ke lantai.
Sebelum Sonia sempat berteriak, suara peluru kembali terdengar.
Retakan di dinding akibat peluru kembali bertambah.
Pada saat ini, Willian langsung beraksi.
Dia menembak melalu jendela.
Asap muncul dari ujung senapan Willian.
Dia melihat satu orang yang terkena tembakannya melalui teropong pembidik.
Sonia benar-benar ketakutan.
Dia menyadari bahwa dirinya hanya dijadikan umpan untuk memancing musuh, wanita itu merasa ketakutan sekaligus marah.
"Hei, kurir! Sebenarnya apa yang terjadi?"
Willian tidak menjawab dan mencabut peluru-peluru yang menempel di dinding.
Peluru-peluru itu tidak sama dengan peluru pada umumnya, ada simbol Star of David yang terukir di atasnya.
"Apa kamu pernah berbuat salah dengan orang-orang Eropa Timur?" tanya Willian.
"Aku tidak mengerti apa maksudmu."
Willian melempar salah satu peluru pada Sonia, kemudian berkata, "Peluru ini adalah peluru yang secara khusus digunakan oleh Abasi, organisasi pembunuh terbesar di Eropa Timur. Kalau kamu tidak ingin mengatakan apa-apa lagi, aku akan pergi."
"Jangan pergi! Aku takut!" bujuk Sonia.
"Kalau begitu katakan yang sebenarnya!"
Willian mengeluarkan peluru dari senapannya.
Cangkang peluru yang berada di dalam senapan itu pun melompat keluar.
Dia sengaja meminta Sutarjo untuk menyiapkan dua peluru hanya untuk menggertak musuh.
Sekarang sudah tidak ada peluru yang tersisa disenapannya.
Wajah Sonia memucat,dia berkata, "Aku pernah menanam saham untuk tim peneliti ilmiah. Sebulan yang lalu, tim itu mengembangkan obat jenis baru. Beberapa bos dari Eropa Timur ingin membeli teknologi inti milikku, tapi aku menolaknya. Mereka mengatakan bahwa aku pasti akan menyesal, pasti penembak itu adalah utusan mereka."
Willian bisa memahami alasan itu.
Sonia tiba-tiba menyadari sesuatu.
"Omong-omong, kenapa kamu bisa ada di sini? Bahkan memegang senapan? Itu 'kan senjata ilegal?"
"Kamu tidak perlu tahu siapa aku yang sebenarnya!" Willian berkata dengan nada bicara sok misterius.
"Kamu menjadi kurir hanya untuk menyamar, 'kan?" tebak Sonia.
Willian tertawa seperti tokoh antagonis di film-film, kemudian berkata, "Anggap saja kejadian hari ini tidak pernah terjadi, mengerti?"
Sonia mengangguk dengan patuh.
Dia berpikir sejenak, kemudian bertanya, "Apa Sandra mengetahui hal ini? Apa aku perlu memberitahunya?"
"Cukup kamu sendiri saja yang tahu tentang hal ini. Kalau kamu berani mengatakannya pada orang lain, kalian semua akan mati," gertak Willian.
Sonia kembali mengangguk dengan patuh.
Willian merasa lucu atas kepolosan Sonia, padahal sebelumnya dia sangat sombong dan meremehkannya.
"Ssst!" Willian tiba-tiba menyuruh Sonia untuk diam.
Sonia tidak tahu apa yang sedang terjadi.
Tiba-tiba terdengar suara langkah kaki dari lantai bawah.
Willian memegang pintu kamar dengan sangat hati-hati untuk menyelidiki siapa yang datang.
Pada saat ini, kembali terdengar suara tembakan.
Pintu kamar Sonia hancur berkeping-keping.
Sonia sangat ketakutan, dia meringkuk sambil memegangi kepalanya.
Peluru di dalam senapan Willian sudah habis.
Willian melihat pecahan kaca di lantai dan kemudian melirik Sonia.
"Berikan bramu padaku."
"Dasar mesum! Di saat seperti ini otakmu masih saja dipenuhi hal kotor!"
"Jangan protes! Cepat berikan saja!"
Sonia menutup dadanya.
"Kalau kamu masih ingin hidup, cepat berikan padaku!" desak Willian.
Sonia yang merasa ketakutan dan tertekan itu melepas branya dan menyerahkannya pada Willian, kemudian berkata, "Dasar tidak tahu malu!"
Willian menangkap bra Sonia dan melepas talinya untuk menguji keelastisitasannya.
Ternyata bra milik Sonia tidak cukup elastis, Willian lantas berkata, "Berikan celana dalammu padaku."
Wajah Sonia memerah, dia berkata, "Dasar sinting!"
"Cepat berikan kalau kamu tidak mau mati!"
Wajah Sonia memerah, begitu juga telinga dan lehernya.
"Kalau begitu balikkan badanmu! Jangan mengintip!"
Willian membalikkan badannya, tidak lama kemudian Sonia melemparkan celana dalam padanya. Wanita itu lantas menutup tubuhnya erat-erat dengan dressnya.
Kaki jenjangnya yang putih nan mulus terlihat cukup menggoda.
Saat ini Willian tidak berpikir untuk menikmati keindahan tubuh Sonia dan mulai menyiapkan tali bra dan karet celana dalam Sonia di tangannya.
Setelah menguji kelenturannya, Willian mengambil pecahan kaca. Dia berniat membuat ketapel.
Dia berpura-pura menjulurkan kepalanya untuk memeriksa keadaan.
Pihak lawan kembali menembak.
Sebelum lawan menembakkan peluru selanjutnya, Willian berbalik dan menarik ketapel buatannya, kemudian membidik dan menembakkannya ke arah musuh.
Pecahan kaca pun terbang melesat dengan cepat ke arah musuh.
Pecahan kaca itu berhasil menggorok arteri karotis si pembunuh.
Pembunuh itu terhuyung mundur.
Willian bergegas keluar seperti seekor harimau yang hendak menerkam mangsanya, dia menendang wajah musuh dengan kuat.
Dia melilit tangannya dan dan mengunci kepala musuh.
Itulah jurus Jeratan Tangan Naga yang sudah dirinya pelajari.
Terdengar suara jeritan.
Pembunuh itu memuntahkan darah dan tergeletak di lantai.
Willian menempelkan tubuhnya ke dinding agar tidak ketahuan.
Dia menoleh dan melihat Sonia yang sedang menatapnya sambil membelalakkan mata dan membuka mulutnya lebar-lebar.
Kemampuan bertarung Willian sudah membuatnya takjub, bahkan para pengawalnya saja tidak sehebat itu.
Willian bisa melihat lekuk tubuh Sonia dari balik dress lilac yang nyaris transparan itu.
Ujung dressnya hanya mencapai setengah pahanya yang putih dan mulus bagaikan giok.
Sonia memang seorang wanita cantik dengan tubuh seksi dan proporsional.
Setelah menyadari bahwa Willian sedang menatapnya dengan tatapan mesum, Sonia langsung menutupi dadanya dan berkata, "Jangan jelalatan! Nanti kucungkil matamu!"
Willian mengalihkan pandangannya dan berkata, "Dadamu saja tidak sebesar dada bidangku, untuk apa aku melihatnya?"
Sonia merasa sangat jengkel, tapi sekarang bukan waktu yang tepat untuk bertengkar. Dia lantas mengalihkan topik pembicaraan dan bertanya, "Apa situasinya masih berbahaya?"
Willian mengambil senapan dan melihat tato di tubuh musuhnya yang sudah tak bernyawa itu.
Ada simbol Star of David di pergelangan tangannya, tato Fallen Angel di punggungnya dan enam tato Star of David seukuran koin di bahunya.
"Tato Fallen Angel dan enam tato Star of David seukuran koin," gumam Willian.
"Apa itu?" Sonia mendekati Willian sambil menutupi tubuhnya.
"Dalam Bahasa Latin, Abasi artinya neraka. Organisasi pembunuh ini bernama Abasi. Mereka dipimpin oleh pembunuh terkuat. Sembilan Bintang Fallen Angel, bisa disebut Satan atau Lucifier. Level pembunuh di organisasi tersebut berada di level satu sampai sembilan. Untuk mengetahui level setiap anggota, bisa dilihat dari jumlah tato bintang di tubuhnya. Apa kamu mengeluarkan banyak uang demi tim peneliti itu sampai mampu membuat pembunuh level enam organisasi sekelas Abasi turun tangan secara langsung?"
Sonia tercengang.
Willian menjelaskan dengan sangat detail.
"Benar! Tim peneliti itu berhasil mengembangkan teknologi yang bisa mengubah gen manusia!" jawab Sonia.
Kali ini giliran Willian yang merasa takjub.
"Pantas saja!"
"Apa sekarang situasinya sudah benar-benar aman?" tanya Sonia dengan khawatir.
Willian bersandar di dinding sambil menikmati keindahan tubuh Sonia.
"Seharusnya masih ada satu orang lagi."
"Matamu lihat ke mana, hah?!"
"Yah, padahal ini rezekiku," ujar Willian sambil menoleh.
Wajah Sonia kembali memerah, dia mengencangkan dress tidurnya. Wanita itu tidak sering tinggal di vila tersebut, pakaian yang dia bawa hanya sedikit.
"Dasar tidak tahu malu, aku heran kenapa Sandra ..."
Belum sempat menyelesaikan perkataannya, Willian tiba-tiba menutup mulut Sandra dan menekannya ke dinding.
"Ssst, ada yang datang!" ujar Willian dengan suara pelan.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved