chapter 11 Orang Mabuk Bicara Apa Adanya
by Cipto
13:47,Nov 07,2023
"Aku jarang mendengarnya," jawab Reinhard Su.
Deon Zhou mencibir: "Aku rasa Tuan Su hanya pura-pura hanyut di dalam melodinya."
"Pura-pura? Untuk apa aku pura-pura," tanya Reinhard.
"Kalau begitu coba sebutkan, apa nama lagu ini, dan siapakah penggubahnya?" Deon cepat-cepat bertanya.
Tatapan mata Reinhard tampak merendahkan, "Siapa yang tidak dapat mengenali Liebesträume karya Franz Liszt ini?"
Deon tidak menyangka bahwa Reinhard dapat mengenalinya. Dia hanya berkata sambil tersenyum, "Betul sekali. Lagu ini memang merupakan karya yang sangat terkenal."
Reinhard segera bangkit berdiri dan berjalan ke tempat di mana Pianis itu berada.
"Reinhard, apa yang ingin kamu lakukan?" Natasha Yun tidak memahami gerak-gerik Reinhard. Dia takut Reinhard akan menjadi bahan ejekan.
"Di tempat seperti ini, kamu tidak bisa jalan-jalan seenaknya. Kamu akan terkesan seperti tidak punya etika," kata Deon Zhou sambil mencibir.
Akan tetapi, Reinhard tetap pergi ke hadapan sang pianis. Setelah musik itu selesai dimainkan, Reinhard menunduk dan berkata padanya, "Tuan yang terhormat, apakah aku boleh memainkannya sebentar?"
Pria itu tertegun sejenak, tapi kemudian tersenyum dan berkata, "Tetapi ada banyak sekali orang di tempat ini."
...
"Tidak jadi masalah."
"Baiklah," kata Pianis itu bangkit berdiri dan membiarkan Reinhard duduk.
"Apa yang dia lakukan," tanya Feronika Cai tidak mengerti.
Deon berkata sambil tersenyum, "Aku rasa dia sudah mabuk, sepertinya dia ingin bermain musik."
Natasha Yun cepat-cepat berseru, "Reinhard, kembali ke sini!"
Mereka yang datang kemari untuk makan, adalah wajah-wajah terkenal kelas atas. Jika dia gagal memainkannya, maka ini bukanlah hal kecil.
Namun Deon sangat senang. Reinhard ingin dirinya menjadi lelucon. Tentu saja dia akan merestuinya.
"Biarkan saja dia memainkannya. Aku ingin dengar seperti apa tingkat kemahirannya."
Reinhard duduk di hadapan piano itu, menggerakkan jari-jemarinya di atas tuts piano hingga mengeluarkan suara dentingan yang jernih.
Sudah nyaris satu tahun lamanya dia tidak memainkan piano. Dulu dia pernah memainkannya beberapa kali.
Reinhard hening sejenak. Kemudian kedua tangannya mulai menekan tuts-tuts piano itu. Seketika itu juga, lantunan musik yang sangat menggerakkan hati memenuhi seluruh orang-orang yang ada di restoran tersebut.
Awalnya, ada beberapa pengunjung restoran yang sudah mulai merasa kesal. Tetapi begitu mendengar musik itu, mereka langsung menjadi tenang.
Lantunan musik itu terdengar sebentar bersemangat, sebentar melembut, sebentar naik, sebentar turun, sebentar seperti suara gemericik, sebentar seperti aliran air, membuat orang-orang hanyut di dalamnya.
Natasha benar-benar tercengang. Dia sama sekali tidak tahu bahwa Reinhard bisa memainkan piano. Apalagi sampai sebagus itu.
"Hanya bisa bermain piano saja, untuk apa pamer sampai seperti itu," ucap Feronika sambil mencibir.
Setelah selesai bermain satu lagu, Reinhard bangkit berdiri, membungkukkan badan, dan mengucapkan terima kasih.
Semua orang bangkit berdiri untuk memberi tepuk tangan pada Reinhard. Bahkan Pianisnya mengakui permainannya.
Reinhard berjalan kembali ke tempat duduknya sambil melihat ke arah Deon. Dia berkata, "Aku dengar, kamu sangat berprestasi dalam bidang musik. Coba sebutkan lagu apa yang baru saja kumainkan?"
Deon berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Rhapsody on a Theme of Paganini yang dimainkan Sergei Rachmaninoff?"
Reinhard menggelengkan kepalanya.
"Piano Concerto No.21 in C Major oleh Mozart?"
Reinhard menggeleng lagi.
Natasha merasa tidak sabar dan bertanya, "Lagu apa yang kamu mainkan?"
Reinhard tersenyum dan menjawab, "Aku hanya asal memainkan sebuah melodi."
"Mana mungkin!" Deon langsung menyahut.
"Jika kamu tidak percaya, catat saja lagunya. Kamu bisa memeriksanya pelan-pelan setelah pulang nanti."
Reinhard menuang segelas anggur lalu meneguknya sekaligus.
Pandangan Natasha terhadarp Reinhard sudah berubah.
Sesungguhnya Reinhard bukanlah sampah yang tidak berguna. Dia bisa berbicara dalam bahasa Spanyol. Dia bisa bermain piano. Hal ini membuatnya sedikit terkesan.
Apalagi saat ini, dia dapat melihat cahaya yang terpancar dari dalam mata Reinhard. Tiga tahun yang lalu, mata Reinhard sama sekali tidak bercahaya.
Wajah Deon membeku. Tadinya dia ingin memamerkan kehebatannya dan pada saat yang sama, dia ingin menekan Reinhard.
Tetapi alhasil, dia malah menonjolkan kehebatan Reinhard.
Dia melihat ke arah Reinhard dan berkata dengan dingin, "Sepertinya toleransi alkohol Tuan Su sangat baik."
"Biasa saja."
Mendengar ini, Deon Zhou tiba-tiba tertawa.
"Aku jadi ingin membandingkan toleransi alkoholku dengan Tuan Su."
"Membandingkan toleransi alkohol?"
"Benar. Jangan-jangan, Tuan Su tidak berani?"
"Mengapa tidak? Aku akan menemanimu dengan senang hati."
"Baik."
Deon segera meminta pelayan untuk membawakan beberapa botol anggur merah.
Keduanya mengisi gelas dan meminumnya sekaligus.
Setelah meneguk tiga gelas anggur, rona wajah Reinhard sama sekali tidak berubah. Baginya, anggur merah hanya seperti air putih biasa.
Sedangkan bagi Deon yang merupakan pengunjung setia bar, tiga gelas juga bukan masalah besar.
Mereka berdua terus melanjutkan minumnya. Gelas demi gelas anggur masuk ke dalam perut mereka. Natasha yang menyaksikan hal ini, hanya bisa mengerutkan alisnya. Tetapi dia tidak bisa mencegah mereka.
Setelah habis beberapa botol, wajah Reinhard tetap tampak biasa saja. Tetapi wajah Deon sudah mulai merah. Dia sudah sedikit mabuk.
"Apakah Tuan Zhou sudah mulai mabuk," tanya Reinhard.
"Mana mungkin aku mabuk? Minum seribu cangkir pun aku tidak akan tumbang!"
Akhirnya Reinhard dan Deon minum langsung dari botolnya. Mereka meminum anggur-anggur merah yang harganya luar biasa itu seperti minum bir saja.
Setelah dua botol berikutnya kosong, Deon mulai tidak tahan lagi. Hampir saja dia muntah.
"Kalau tidak sanggup lagi, jangan minum lagi," Reinhard menahannya.
"Pria tidak boleh mengakui dirinya tidak sanggup."
Deon meminum satu botol lagi. Tetapi sebelum isi botol itu habis, dia sudah muntah.
Setelah muntah berulang kali, Deon mulai menangis. Hal ini sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh Natasha dan yang lainnya.
Bahkan tamu-tamu yang duduk di bangku sekitar mereka, melihat ke arahnya sambil membicarakannya.
"Sepertinya Tuan Zhou teringat akan hal-hal yang menyedihkan. Coba ceritakan. Setelah cerita, kamu akan merasa lebih lega." Reinhard menepuk-nepuk pundak Deon.
"Aku impoten!"
Deon tiba-tiba saja bicara. Hal ini membuat Natasha dan Feronika tercengang.
Feronika cepat-cepat berkata, "Deon. Kamu sudah mabuk. Berhentilah bicara. Aku akan mengantarmu pulang."
Deon melepaskan tangan Feronika, dan kembali berkata, "Aku terlalu menikmati nafsu dan berhubungan. Aku sudah mencari berbagai dokter terkenal. Tetapi tidak ada yang bisa menyembuhkan aku. Huhuhu."
Raut wajah Feronika berubah canggung.
Sedangkan Reinhard tesenyum sangat puas di sebelahnya.
"Natasha, lihatlah. Orang mabuk akan berbicara apa adanya. Apa yang aku katakan sebelumnya, benar, 'kan?"
Natasha juga merasa geli. Dia tidak menyangka bahwa Deon adalah orang yang begitu rendahan dan vulgar.
Untung saja Reinhard membongkar sifat aslinya. Kalau tidak, jika dia benar-benar menjalin hubungan dengan Deon, bisa-bisa dia terseret masuk ke dalam api neraka.
Natasha dengan pelan berkata, "Terima kasih."
"Kita adalah suami-istri, untuk apa mengucapkan terima kasih?"
"Reinhard Su! Lihatlah apa yang kamu perbuat!" Feronika marah sekali hingga perutnya sakit.
Dia sudah susah payah menemukan keluarga kaya untuk dijodohkan dengan Natasha. Tetapi Reinhard menggagalkan semuanya.
"Mengapa jadi aku yang salah? Dia sendiri yang mau minum anggur." Reinhard menepiskan tangannya.
Deon masih belum bisa menangkan diri dan berteriak dengan lantang.
"Kemarin aku mencari dua orang gadis. Tetapi hanya dalam lima menit, aku sudah selesai. Dulu setidaknya aku masih bisa bertahan selama setengah menit. Huhuhu!"
"Di luar negeri, aku berhasil menaklukkan ratusan 'kuda' asing. Aku tidak boleh tumbang. Di dalam negri, aku juga harus menaklukan ribuan orang!"
Deon mengumumkannya dengan lantang. Semua orang di sekitar mereka menunjuk-nunjuk sambil terus membicarakan dirinya.
Saat itu, pelayan juga menghampiri mereka, tetapi tidak tahu bagaimana menanganinya.
Feronika melihat ke arah Reinhard dan berteriak: "Jika ada yang terjadi padanya. Semua ini tanggung jawabmu!"
"Tanggung jawabku?" Raut wajah Reinhard menjadi dingin.
Dia tidak menyalahkan Feronika yang selalu merendahkan dan mengejeknya. Itu karena dia merasa bersalah pada Natasha. Dia bisa menahan semua itu.
Tetapi jika dia disalahkan untuk hal-hal yang tidak masuk akal, pria manapun pasti tidak bisa menerimanya. Apalagi, dia adalah seorang Dewa Perang.
Kedua mata Reinhard terpaku pada Feronika. Wajahnya sangat dingin.
Deon Zhou mencibir: "Aku rasa Tuan Su hanya pura-pura hanyut di dalam melodinya."
"Pura-pura? Untuk apa aku pura-pura," tanya Reinhard.
"Kalau begitu coba sebutkan, apa nama lagu ini, dan siapakah penggubahnya?" Deon cepat-cepat bertanya.
Tatapan mata Reinhard tampak merendahkan, "Siapa yang tidak dapat mengenali Liebesträume karya Franz Liszt ini?"
Deon tidak menyangka bahwa Reinhard dapat mengenalinya. Dia hanya berkata sambil tersenyum, "Betul sekali. Lagu ini memang merupakan karya yang sangat terkenal."
Reinhard segera bangkit berdiri dan berjalan ke tempat di mana Pianis itu berada.
"Reinhard, apa yang ingin kamu lakukan?" Natasha Yun tidak memahami gerak-gerik Reinhard. Dia takut Reinhard akan menjadi bahan ejekan.
"Di tempat seperti ini, kamu tidak bisa jalan-jalan seenaknya. Kamu akan terkesan seperti tidak punya etika," kata Deon Zhou sambil mencibir.
Akan tetapi, Reinhard tetap pergi ke hadapan sang pianis. Setelah musik itu selesai dimainkan, Reinhard menunduk dan berkata padanya, "Tuan yang terhormat, apakah aku boleh memainkannya sebentar?"
Pria itu tertegun sejenak, tapi kemudian tersenyum dan berkata, "Tetapi ada banyak sekali orang di tempat ini."
...
"Tidak jadi masalah."
"Baiklah," kata Pianis itu bangkit berdiri dan membiarkan Reinhard duduk.
"Apa yang dia lakukan," tanya Feronika Cai tidak mengerti.
Deon berkata sambil tersenyum, "Aku rasa dia sudah mabuk, sepertinya dia ingin bermain musik."
Natasha Yun cepat-cepat berseru, "Reinhard, kembali ke sini!"
Mereka yang datang kemari untuk makan, adalah wajah-wajah terkenal kelas atas. Jika dia gagal memainkannya, maka ini bukanlah hal kecil.
Namun Deon sangat senang. Reinhard ingin dirinya menjadi lelucon. Tentu saja dia akan merestuinya.
"Biarkan saja dia memainkannya. Aku ingin dengar seperti apa tingkat kemahirannya."
Reinhard duduk di hadapan piano itu, menggerakkan jari-jemarinya di atas tuts piano hingga mengeluarkan suara dentingan yang jernih.
Sudah nyaris satu tahun lamanya dia tidak memainkan piano. Dulu dia pernah memainkannya beberapa kali.
Reinhard hening sejenak. Kemudian kedua tangannya mulai menekan tuts-tuts piano itu. Seketika itu juga, lantunan musik yang sangat menggerakkan hati memenuhi seluruh orang-orang yang ada di restoran tersebut.
Awalnya, ada beberapa pengunjung restoran yang sudah mulai merasa kesal. Tetapi begitu mendengar musik itu, mereka langsung menjadi tenang.
Lantunan musik itu terdengar sebentar bersemangat, sebentar melembut, sebentar naik, sebentar turun, sebentar seperti suara gemericik, sebentar seperti aliran air, membuat orang-orang hanyut di dalamnya.
Natasha benar-benar tercengang. Dia sama sekali tidak tahu bahwa Reinhard bisa memainkan piano. Apalagi sampai sebagus itu.
"Hanya bisa bermain piano saja, untuk apa pamer sampai seperti itu," ucap Feronika sambil mencibir.
Setelah selesai bermain satu lagu, Reinhard bangkit berdiri, membungkukkan badan, dan mengucapkan terima kasih.
Semua orang bangkit berdiri untuk memberi tepuk tangan pada Reinhard. Bahkan Pianisnya mengakui permainannya.
Reinhard berjalan kembali ke tempat duduknya sambil melihat ke arah Deon. Dia berkata, "Aku dengar, kamu sangat berprestasi dalam bidang musik. Coba sebutkan lagu apa yang baru saja kumainkan?"
Deon berpikir sejenak dan kemudian berkata, "Rhapsody on a Theme of Paganini yang dimainkan Sergei Rachmaninoff?"
Reinhard menggelengkan kepalanya.
"Piano Concerto No.21 in C Major oleh Mozart?"
Reinhard menggeleng lagi.
Natasha merasa tidak sabar dan bertanya, "Lagu apa yang kamu mainkan?"
Reinhard tersenyum dan menjawab, "Aku hanya asal memainkan sebuah melodi."
"Mana mungkin!" Deon langsung menyahut.
"Jika kamu tidak percaya, catat saja lagunya. Kamu bisa memeriksanya pelan-pelan setelah pulang nanti."
Reinhard menuang segelas anggur lalu meneguknya sekaligus.
Pandangan Natasha terhadarp Reinhard sudah berubah.
Sesungguhnya Reinhard bukanlah sampah yang tidak berguna. Dia bisa berbicara dalam bahasa Spanyol. Dia bisa bermain piano. Hal ini membuatnya sedikit terkesan.
Apalagi saat ini, dia dapat melihat cahaya yang terpancar dari dalam mata Reinhard. Tiga tahun yang lalu, mata Reinhard sama sekali tidak bercahaya.
Wajah Deon membeku. Tadinya dia ingin memamerkan kehebatannya dan pada saat yang sama, dia ingin menekan Reinhard.
Tetapi alhasil, dia malah menonjolkan kehebatan Reinhard.
Dia melihat ke arah Reinhard dan berkata dengan dingin, "Sepertinya toleransi alkohol Tuan Su sangat baik."
"Biasa saja."
Mendengar ini, Deon Zhou tiba-tiba tertawa.
"Aku jadi ingin membandingkan toleransi alkoholku dengan Tuan Su."
"Membandingkan toleransi alkohol?"
"Benar. Jangan-jangan, Tuan Su tidak berani?"
"Mengapa tidak? Aku akan menemanimu dengan senang hati."
"Baik."
Deon segera meminta pelayan untuk membawakan beberapa botol anggur merah.
Keduanya mengisi gelas dan meminumnya sekaligus.
Setelah meneguk tiga gelas anggur, rona wajah Reinhard sama sekali tidak berubah. Baginya, anggur merah hanya seperti air putih biasa.
Sedangkan bagi Deon yang merupakan pengunjung setia bar, tiga gelas juga bukan masalah besar.
Mereka berdua terus melanjutkan minumnya. Gelas demi gelas anggur masuk ke dalam perut mereka. Natasha yang menyaksikan hal ini, hanya bisa mengerutkan alisnya. Tetapi dia tidak bisa mencegah mereka.
Setelah habis beberapa botol, wajah Reinhard tetap tampak biasa saja. Tetapi wajah Deon sudah mulai merah. Dia sudah sedikit mabuk.
"Apakah Tuan Zhou sudah mulai mabuk," tanya Reinhard.
"Mana mungkin aku mabuk? Minum seribu cangkir pun aku tidak akan tumbang!"
Akhirnya Reinhard dan Deon minum langsung dari botolnya. Mereka meminum anggur-anggur merah yang harganya luar biasa itu seperti minum bir saja.
Setelah dua botol berikutnya kosong, Deon mulai tidak tahan lagi. Hampir saja dia muntah.
"Kalau tidak sanggup lagi, jangan minum lagi," Reinhard menahannya.
"Pria tidak boleh mengakui dirinya tidak sanggup."
Deon meminum satu botol lagi. Tetapi sebelum isi botol itu habis, dia sudah muntah.
Setelah muntah berulang kali, Deon mulai menangis. Hal ini sama sekali tidak pernah terbayangkan oleh Natasha dan yang lainnya.
Bahkan tamu-tamu yang duduk di bangku sekitar mereka, melihat ke arahnya sambil membicarakannya.
"Sepertinya Tuan Zhou teringat akan hal-hal yang menyedihkan. Coba ceritakan. Setelah cerita, kamu akan merasa lebih lega." Reinhard menepuk-nepuk pundak Deon.
"Aku impoten!"
Deon tiba-tiba saja bicara. Hal ini membuat Natasha dan Feronika tercengang.
Feronika cepat-cepat berkata, "Deon. Kamu sudah mabuk. Berhentilah bicara. Aku akan mengantarmu pulang."
Deon melepaskan tangan Feronika, dan kembali berkata, "Aku terlalu menikmati nafsu dan berhubungan. Aku sudah mencari berbagai dokter terkenal. Tetapi tidak ada yang bisa menyembuhkan aku. Huhuhu."
Raut wajah Feronika berubah canggung.
Sedangkan Reinhard tesenyum sangat puas di sebelahnya.
"Natasha, lihatlah. Orang mabuk akan berbicara apa adanya. Apa yang aku katakan sebelumnya, benar, 'kan?"
Natasha juga merasa geli. Dia tidak menyangka bahwa Deon adalah orang yang begitu rendahan dan vulgar.
Untung saja Reinhard membongkar sifat aslinya. Kalau tidak, jika dia benar-benar menjalin hubungan dengan Deon, bisa-bisa dia terseret masuk ke dalam api neraka.
Natasha dengan pelan berkata, "Terima kasih."
"Kita adalah suami-istri, untuk apa mengucapkan terima kasih?"
"Reinhard Su! Lihatlah apa yang kamu perbuat!" Feronika marah sekali hingga perutnya sakit.
Dia sudah susah payah menemukan keluarga kaya untuk dijodohkan dengan Natasha. Tetapi Reinhard menggagalkan semuanya.
"Mengapa jadi aku yang salah? Dia sendiri yang mau minum anggur." Reinhard menepiskan tangannya.
Deon masih belum bisa menangkan diri dan berteriak dengan lantang.
"Kemarin aku mencari dua orang gadis. Tetapi hanya dalam lima menit, aku sudah selesai. Dulu setidaknya aku masih bisa bertahan selama setengah menit. Huhuhu!"
"Di luar negeri, aku berhasil menaklukkan ratusan 'kuda' asing. Aku tidak boleh tumbang. Di dalam negri, aku juga harus menaklukan ribuan orang!"
Deon mengumumkannya dengan lantang. Semua orang di sekitar mereka menunjuk-nunjuk sambil terus membicarakan dirinya.
Saat itu, pelayan juga menghampiri mereka, tetapi tidak tahu bagaimana menanganinya.
Feronika melihat ke arah Reinhard dan berteriak: "Jika ada yang terjadi padanya. Semua ini tanggung jawabmu!"
"Tanggung jawabku?" Raut wajah Reinhard menjadi dingin.
Dia tidak menyalahkan Feronika yang selalu merendahkan dan mengejeknya. Itu karena dia merasa bersalah pada Natasha. Dia bisa menahan semua itu.
Tetapi jika dia disalahkan untuk hal-hal yang tidak masuk akal, pria manapun pasti tidak bisa menerimanya. Apalagi, dia adalah seorang Dewa Perang.
Kedua mata Reinhard terpaku pada Feronika. Wajahnya sangat dingin.
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved