Bab 10 Geram Kakek Azman
by Edy official
14:59,Jun 23,2021
Pagi hari,
Kediaman Azman holding.
Sayup-sayup Wulan membukakan kedua kelopak matanya, dirinya baru saja menggeliat saat sinar cahaya matahari bersinar menembus jendela yang terbuat dari kaca.
Secara perlahan-lahan Wulan pun tersadar dan sontak saja gadis itu terperanjat dari atas ranjang.
"Astaghfirullah ....." Pekik Wulan bergegas bangkit dari ranjang.
"Kenapa aku bisa tertidur?" Desihnya tersadar kalau dirinya teryata sangat tertidur pulas, padahal semalam ia berusaha terus terjaga agar Vino tidak melakukan apapun kepadanya, tapi mungkin karena rasa ngantuk yang menyerang membuat Wulan tertidur pulas.
"Hahhhhh ...." Wulan membuang nafas kasarnya yang terasa lega saat melihat ke sekeliling tidak menemukan sosok laki-laki jangkung itu. Tapi untuk beberapa saat kemudian kening Wulan berkerut dalam.
"Apa semalam di tidak tidur di sini?" terka Wulan.
"Aggrrrr .... Kenapa aku memikirkannya bukankah bagus kalau dia tidak tidur disini, kenapa pulak aku harus memikirkannya." Gerutu Wulan pada dirinya sendiri lalu setelah itu Wulan bergegas ke kamar untuk membersihkan dirinya
Namun betapa terkejutnya Wulan saat melihat betapa luasnya ruangan kamar mandi, ia begitu terkejut sekaligus terkagum. Seumur hidupnya ini pertama kalinya Wulan melihat kamar mandi sebagus dan sebesar ini.
Rasanya seperti di dunia halu saja, Wulan masih belum bisa percaya melihat ini semua.
"Tuan besar ternyata memang orang paling kaya di negeri ini," puji Wulan tersenyum tipis lalu setelah itu segera ia membersikan dirinya.
***
Sementara itu diruang makan terlihat semua orang sudah berkumpul untuk melakukan sarapan pagi bersama-sama, ya. Itu adalah hal kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga Azman holding setiap paginya.
Peraturan yang memang sudah di buat sejak dulu oleh Kakek Azman sendiri, tidak boleh di bantah ataupun tidak menghadiri jamuan sarapan pagi.
"Kenapa lama sekali turun, apa yang mereka lakukan sih! Jam segini masih belum turun?" oceh nyonya Erie dirinya sadari tadi sudah bosan menunggu kedatangan Vino dan juga Wulan yang tak kunjung turun juga.
"Mungkin mereka kewalahan, maka dari itu mereka tertidur pulas. Bagaimana kalau kita makan duluan saja, Kakek?" Ucap Aditya menimpali.
"Iya, itu benar, pengantin baru bukankah suka terlambat hahaha .... Ayo kita makan duluan." Seru Kakek Azman mengiyakan perkataan Aditya.
"Cihhhh .... Palingan kak Vino di jebak lagi sama dia, supaya menuntaskan nafsunya." Celutus Dira menyindir sinis, berhasil membuat semua pasang mata menatap kearahnya.
"Sayang, pelan-kan suaramu! ada Kakek di sini." bisik nyonya Erie.
"Mah --,"
"Dira." tegas nyonya Erie.
*
Di kamar Vino.
Wulan sudah siap dengan pakaian yang menurutnya pas, dress hitam selutut dan kalung emas berbentuk love (pemberian dari almarhum ibunya dulu) Tak lupa Wulan memoles sedikit make up di wajahnya agar tidak terlihat pucat.
Setelah ia rasa sempurna dengan penampilannya barulah Wulan beranjak keluar dari kamar Vino. Secara hampir bersamaan Wulan pun bertemu dengan Bu Yun yang kala itu hendak mengetuk pintu kamar.
"Nona muda, anda sudah bangun." ucap Bu Yun sembari memberikan tanda penghormatannya kepada sang majikan.
"Bu Yun, Ibu sini?" Tanya Wulan menaikkan sebelah alisnya.
"Saya tadi hendak membangunkan Nona dan tau Muda, sudah saatnya jamuan makan." Sahut Bu Yun.
"Oh, saya sudah bangun."
"Kalau begitu Nona diharapkan untuk segera pergi ke ruang makan, semua orang sedang menunggu kedatangan Nona."
"Bu Yun, kumohon jangan berbicara seperti itu kepadaku. Aku bukan siapa-siapa disini. Ibu bisa memanggilku Wulan saja tidak pernah mengunakan nama Nona Muda," Ujar Wulan, jujur dia merasa sedikit risih dengan panggilan itu.
"Maafkan Ibu Wulan, tapi ini sudah peraturan mansion ini. Dan Ibu tidak bisa melanggarnya. Kamu bukan lagi seorang pelayan, mungkin ini terakhir kalinya Ibu mengingatkan mu. Mulai sekarang kamu harus terbiasa bersikap sebagai seorang Nona muda di rumah ini Wulan, agar hidupmu lebih nyaman,"
"Wulan tidak bisa Bu Yun. Wulan tidak mau seperti itu."
"Mau tidak mau itu sudah takdir Wulan. Kamu harus menerimanya. Sudah, semua orang sedang menunggumu di ruang makan. Datanglah, jangan membuat nyonya Erie menunggu terlalu lama. Karena itu bisa membuat kamu dalam masalah."
"Hem'em, baiklah," sahut Wulan pasrah. Bukankah benar apa yang dikatakan Bu Yun, ini semua sudah terjadi mau tidak mau Wulan harus terbiasa akan hal itu, dimana dirinya akan menjadi orang besar.
"Dimana tuan Muda. Apa beliau masih tidur?" Tanya Bu Yun memerhatikan kamar terlihat kosong.
"Wulan tidak tau Bu, sepertinya tuan Vino tidak di kamar semalam." Jawab Wulan.
"Itu berarti tuan muda keluar mansion semalam." Bu Yun langsung menebak, sekaligus Bu Yun seakan tau dimana keberadaan Vino sekarang.
"Apa Ibu tau kemana tau Vino pergi?" tanya Wulan seketika. Sebenarnya malas bagi Wulan untuk ingin mendengar informasi tentang keberadaan suaminya itu tapi rasa kepo yang melanda membuat Wulan terpaksa menanyakan. Di saat malam pertama laki-laki itu malah memilih pergi, Wulan berdecak kecil memikirkannya.
"Ibu tidak bisa memastikannya Wulan, tapi kami tenang saja seiringnya waktu tuan muda pasti akan menerima kamu sebagai istrinya."
"Aku tidak peduli Bu Yun, mau dia menerimaku atau tidak." batin Wulan tersenyum tipis membalas perkataan Bu Yun tadi.
*
Sementara di ruangan makan semua orang sedang sibuk dengan sarapan pagi mereka masing-masing tidak ada pembicaraan atau sepatah kata yang terdengar kecuali suara bunyinya sendok karena terhantam dengan piring.
Wulan yang saat itu sudah berada di ruang makan menelan salivanya kasar, bagaimana bisa disaat hari pertamanya menjadi seorang menantu di mansion ini Wulan sudah melakukan kesalahan pertamanya.
"Tidak apa! Pergilah Ibu yakin tuan besar tidak akan marah kepadamu," ujar Bu Yun mencoba menyematkan Wulan.
"Huuffff ...." Wulan mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya, ini adalah kesalahanku jadi aku yang harus bertanggung jawab, pikir Wulan mulai kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terjeda.
"Selamat pagi, maaf saya terlambat," ucap Wulan sedikit menundukkan kepalanya menatap semua orang secara bergiliran.
"Wulan, kamu sudah turun, ayo duduk. Kita sarapan bersama," tutur Kakek Azman terlihat gembira menyambut kedatangan sang menantu.
"Iya, duduklah Wulan. Kau pasti lelah bukan habis bergadang." Timpal Aditya.
"Hahaha .... Benar apa yang dikatakan Aditya, kamu harus makan yang banyak agar tubuhmu bernutrisi. Yun, cepat siapa Wulan makanan yang dia sukai," perintah Kakek Azman.
"Baik, Tuan." Dengan cepat Bu Yun menarik Wulan duduk di salah satu bangku meja, bersebelahan dengan nyonya Erie yang sudah menatap sinis kepadanya.
"Menantu kau cukup cantik hari ini, tapi ngomong-ngomong dimana suamimu? Kenapa dia tidak turun bersamamu?" Tanya nyonya Erie dengan nada sinis. Kedua bola matanya menatap jijik kearah Wulan.
"Ya, dimana Vino. Apa dia masih tertidur. Tumben! biasanya dia paling awal kalau masalah bangun." timpal Aditya.
"Yun, panggil Vino. Bagaimana bisa dia membiarkan istrinya sendirinya di sini," tutur Kakek Azman terdengar tegas.
"Maaf, tuan besar? Tuan muda Vino seperti sudah meninggal mansion sadari tadi malam. Sampai sekarang beliau belum pulang." Jawab Bu Yun.
"Apaaa?" Raut wajah Kakek Azman seketika berubah. Memicingkan tatapannya menatap kearah Wulan.
"Apa itu benar Wulan? Vino semalam meninggalkan mansion. Kalian tidak tidur bersama?" Sambung kakek Azman.
"I-itu--"
Bersambung .....
Kediaman Azman holding.
Sayup-sayup Wulan membukakan kedua kelopak matanya, dirinya baru saja menggeliat saat sinar cahaya matahari bersinar menembus jendela yang terbuat dari kaca.
Secara perlahan-lahan Wulan pun tersadar dan sontak saja gadis itu terperanjat dari atas ranjang.
"Astaghfirullah ....." Pekik Wulan bergegas bangkit dari ranjang.
"Kenapa aku bisa tertidur?" Desihnya tersadar kalau dirinya teryata sangat tertidur pulas, padahal semalam ia berusaha terus terjaga agar Vino tidak melakukan apapun kepadanya, tapi mungkin karena rasa ngantuk yang menyerang membuat Wulan tertidur pulas.
"Hahhhhh ...." Wulan membuang nafas kasarnya yang terasa lega saat melihat ke sekeliling tidak menemukan sosok laki-laki jangkung itu. Tapi untuk beberapa saat kemudian kening Wulan berkerut dalam.
"Apa semalam di tidak tidur di sini?" terka Wulan.
"Aggrrrr .... Kenapa aku memikirkannya bukankah bagus kalau dia tidak tidur disini, kenapa pulak aku harus memikirkannya." Gerutu Wulan pada dirinya sendiri lalu setelah itu Wulan bergegas ke kamar untuk membersihkan dirinya
Namun betapa terkejutnya Wulan saat melihat betapa luasnya ruangan kamar mandi, ia begitu terkejut sekaligus terkagum. Seumur hidupnya ini pertama kalinya Wulan melihat kamar mandi sebagus dan sebesar ini.
Rasanya seperti di dunia halu saja, Wulan masih belum bisa percaya melihat ini semua.
"Tuan besar ternyata memang orang paling kaya di negeri ini," puji Wulan tersenyum tipis lalu setelah itu segera ia membersikan dirinya.
***
Sementara itu diruang makan terlihat semua orang sudah berkumpul untuk melakukan sarapan pagi bersama-sama, ya. Itu adalah hal kebiasaan yang dilakukan oleh keluarga Azman holding setiap paginya.
Peraturan yang memang sudah di buat sejak dulu oleh Kakek Azman sendiri, tidak boleh di bantah ataupun tidak menghadiri jamuan sarapan pagi.
"Kenapa lama sekali turun, apa yang mereka lakukan sih! Jam segini masih belum turun?" oceh nyonya Erie dirinya sadari tadi sudah bosan menunggu kedatangan Vino dan juga Wulan yang tak kunjung turun juga.
"Mungkin mereka kewalahan, maka dari itu mereka tertidur pulas. Bagaimana kalau kita makan duluan saja, Kakek?" Ucap Aditya menimpali.
"Iya, itu benar, pengantin baru bukankah suka terlambat hahaha .... Ayo kita makan duluan." Seru Kakek Azman mengiyakan perkataan Aditya.
"Cihhhh .... Palingan kak Vino di jebak lagi sama dia, supaya menuntaskan nafsunya." Celutus Dira menyindir sinis, berhasil membuat semua pasang mata menatap kearahnya.
"Sayang, pelan-kan suaramu! ada Kakek di sini." bisik nyonya Erie.
"Mah --,"
"Dira." tegas nyonya Erie.
*
Di kamar Vino.
Wulan sudah siap dengan pakaian yang menurutnya pas, dress hitam selutut dan kalung emas berbentuk love (pemberian dari almarhum ibunya dulu) Tak lupa Wulan memoles sedikit make up di wajahnya agar tidak terlihat pucat.
Setelah ia rasa sempurna dengan penampilannya barulah Wulan beranjak keluar dari kamar Vino. Secara hampir bersamaan Wulan pun bertemu dengan Bu Yun yang kala itu hendak mengetuk pintu kamar.
"Nona muda, anda sudah bangun." ucap Bu Yun sembari memberikan tanda penghormatannya kepada sang majikan.
"Bu Yun, Ibu sini?" Tanya Wulan menaikkan sebelah alisnya.
"Saya tadi hendak membangunkan Nona dan tau Muda, sudah saatnya jamuan makan." Sahut Bu Yun.
"Oh, saya sudah bangun."
"Kalau begitu Nona diharapkan untuk segera pergi ke ruang makan, semua orang sedang menunggu kedatangan Nona."
"Bu Yun, kumohon jangan berbicara seperti itu kepadaku. Aku bukan siapa-siapa disini. Ibu bisa memanggilku Wulan saja tidak pernah mengunakan nama Nona Muda," Ujar Wulan, jujur dia merasa sedikit risih dengan panggilan itu.
"Maafkan Ibu Wulan, tapi ini sudah peraturan mansion ini. Dan Ibu tidak bisa melanggarnya. Kamu bukan lagi seorang pelayan, mungkin ini terakhir kalinya Ibu mengingatkan mu. Mulai sekarang kamu harus terbiasa bersikap sebagai seorang Nona muda di rumah ini Wulan, agar hidupmu lebih nyaman,"
"Wulan tidak bisa Bu Yun. Wulan tidak mau seperti itu."
"Mau tidak mau itu sudah takdir Wulan. Kamu harus menerimanya. Sudah, semua orang sedang menunggumu di ruang makan. Datanglah, jangan membuat nyonya Erie menunggu terlalu lama. Karena itu bisa membuat kamu dalam masalah."
"Hem'em, baiklah," sahut Wulan pasrah. Bukankah benar apa yang dikatakan Bu Yun, ini semua sudah terjadi mau tidak mau Wulan harus terbiasa akan hal itu, dimana dirinya akan menjadi orang besar.
"Dimana tuan Muda. Apa beliau masih tidur?" Tanya Bu Yun memerhatikan kamar terlihat kosong.
"Wulan tidak tau Bu, sepertinya tuan Vino tidak di kamar semalam." Jawab Wulan.
"Itu berarti tuan muda keluar mansion semalam." Bu Yun langsung menebak, sekaligus Bu Yun seakan tau dimana keberadaan Vino sekarang.
"Apa Ibu tau kemana tau Vino pergi?" tanya Wulan seketika. Sebenarnya malas bagi Wulan untuk ingin mendengar informasi tentang keberadaan suaminya itu tapi rasa kepo yang melanda membuat Wulan terpaksa menanyakan. Di saat malam pertama laki-laki itu malah memilih pergi, Wulan berdecak kecil memikirkannya.
"Ibu tidak bisa memastikannya Wulan, tapi kami tenang saja seiringnya waktu tuan muda pasti akan menerima kamu sebagai istrinya."
"Aku tidak peduli Bu Yun, mau dia menerimaku atau tidak." batin Wulan tersenyum tipis membalas perkataan Bu Yun tadi.
*
Sementara di ruangan makan semua orang sedang sibuk dengan sarapan pagi mereka masing-masing tidak ada pembicaraan atau sepatah kata yang terdengar kecuali suara bunyinya sendok karena terhantam dengan piring.
Wulan yang saat itu sudah berada di ruang makan menelan salivanya kasar, bagaimana bisa disaat hari pertamanya menjadi seorang menantu di mansion ini Wulan sudah melakukan kesalahan pertamanya.
"Tidak apa! Pergilah Ibu yakin tuan besar tidak akan marah kepadamu," ujar Bu Yun mencoba menyematkan Wulan.
"Huuffff ...." Wulan mencoba mengumpulkan seluruh keberaniannya, ini adalah kesalahanku jadi aku yang harus bertanggung jawab, pikir Wulan mulai kembali melanjutkan langkahnya yang sempat terjeda.
"Selamat pagi, maaf saya terlambat," ucap Wulan sedikit menundukkan kepalanya menatap semua orang secara bergiliran.
"Wulan, kamu sudah turun, ayo duduk. Kita sarapan bersama," tutur Kakek Azman terlihat gembira menyambut kedatangan sang menantu.
"Iya, duduklah Wulan. Kau pasti lelah bukan habis bergadang." Timpal Aditya.
"Hahaha .... Benar apa yang dikatakan Aditya, kamu harus makan yang banyak agar tubuhmu bernutrisi. Yun, cepat siapa Wulan makanan yang dia sukai," perintah Kakek Azman.
"Baik, Tuan." Dengan cepat Bu Yun menarik Wulan duduk di salah satu bangku meja, bersebelahan dengan nyonya Erie yang sudah menatap sinis kepadanya.
"Menantu kau cukup cantik hari ini, tapi ngomong-ngomong dimana suamimu? Kenapa dia tidak turun bersamamu?" Tanya nyonya Erie dengan nada sinis. Kedua bola matanya menatap jijik kearah Wulan.
"Ya, dimana Vino. Apa dia masih tertidur. Tumben! biasanya dia paling awal kalau masalah bangun." timpal Aditya.
"Yun, panggil Vino. Bagaimana bisa dia membiarkan istrinya sendirinya di sini," tutur Kakek Azman terdengar tegas.
"Maaf, tuan besar? Tuan muda Vino seperti sudah meninggal mansion sadari tadi malam. Sampai sekarang beliau belum pulang." Jawab Bu Yun.
"Apaaa?" Raut wajah Kakek Azman seketika berubah. Memicingkan tatapannya menatap kearah Wulan.
"Apa itu benar Wulan? Vino semalam meninggalkan mansion. Kalian tidak tidur bersama?" Sambung kakek Azman.
"I-itu--"
Bersambung .....
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved