Bab 17 Kesal

by Edy official 15:05,Jun 23,2021
"Ini." ucap Wulan sembari menyerahkan handuk yang ia ambil dari dalam lemari pakaiannya. Handuk lama segaja ia simpan agar bisa dipakai untuk kepulangannya nanti dari kota.

Vino mendelik melihat handuk pemberian Wulan terlihat kusam di mata Vino. Apalagi handuk itu berwarna merah mudah sungguh membuat ia geli sendiri membayangkannya.

"Aku tidak mau! Aku mau handuk lain," tolong Vino menepis tangan Wulan. Setelah berbincang singkat tadi dengan nenek Jamila Vino memutuskan untuk membasahi tubuhnya dengan air hangat. Apalagi badannya sekarang bau karena keringat yang bercucuran.

Kebiasaan Vino mengunakan AC sudah sejak sadari kecil. Setiap ruangan yang duduki harus memiliki pendingin ruangan. Kalau tidak badannya pasti akan mengeluarkan keringat.

"Ambil saja! Ini bukan rumah Kakek Azman yang sudah tersedia semuanya." desis Wulan sembari menyerahkan handuk itu lagi.

Vino mendengus diikuti dengan giginya yang rapat, karena tidak punya pilihan lain Vino pun mengambil kasar handuk itu. "Dimana kamar mandinya?" tanya Vino lagi.

"Disini kamar mandinya juga tidak sama seperti di rumah Kakek. Yang ada di sini sumur, noh!" tunjuk Wulan kearah tempat mandi melalui terowongan jendela rumahnya.


Wajah Wulan tersenyum tipis, ia sudah tau apa yang akan dialami oleh suaminya ini. Jijik atau menjerit nantinya. Rasanya Wulan ingin tertawa terbahak-bahak. 'Rasakan, aku merasa puas melihatmu bertingkat seperti itu' batin Wulan.

"Kau gila, di situ. Tidak mau!" tolak Vino cepat, tubuhnya sudah geli sendiri melihat kearah sumur yang hanya di tutupin dengan kain serba hitam disana.

"Kalau tidak mau ya sudah, ada tempat lain untuk mandi. Mau tau?"


"Katakan?"

"Di sungai, tapi di sungai itu ada penunggunya!"

"Maksudnya?"

"Buaya."

Ha ... Rasanya Wulan tidak sanggup lagi untuk tertawa terbahak bahak menertawakan kebodohan suaminya ini. Entah kenapa bisa ada orang seperti ini.

"Kauuu!" Vino menajamkan tatapannya. Tangan nyaris saja hendak mencengkram erat tangan Wulan melampiaskan emosinya tapi kedatangan nenek Jamila membuat Vino sontak merubah ekspresi wajahnya cepat.

"Bagaimana Ndu, kamu sudah memberikan suamimu handuk?" tanya nenek Jamila menghampiri.

"Oh, sudah Nek. Ini ditangan mas Vino." sahut Wulan diiringi kedua bola matanya melirik menantang kearah suaminya itu.

"Kalau begitu ayo cepat nak Vino, mandinya. Supaya kita bisa sama-sama makan siang. Kalian pasti lapar bukan, nenek lagi membuatkan gudeg sama lumpia," ucap lagi nenek Jamila.

"Apa? gudeg, hemmmm Wulan kangen banget sama masakan itu." seru Wulan dengan tidak sabarannya.

"Kalau begitu ayo bantu nenek menyiapkannya. Nak Vino segera mandi ya, kami menunggu diruang makan," tutur nenek Jamila.

"Baik, Nek." sahut Vino manggut-manggut.

***

"Aaagggrrr .... Sialan, kalau aku tau bakal begini seharusnya tadi aku menurunkan wanita itu ditepi jalan saja. Dan aku bisa langsung pergi ke hotel." gumam Vino berdecak kecil. Ia masih merasa geli sendiri mandi di sumur ,yang tidak pernah terbayangkan dalam pikirannya sama sekali.


Seorang sultan seperti Vino Azman holding company mandi sumur tuan seperti itu. Mau tarok dimana wajahku kalau sampai semua orang tau. Apalagi Dimas. Bisa-bisa akan akan ditertawakan seumur hidup. Pikir Vino terbayang entah kemana-mana mengingat hal itu.

Sesudah usai memakaikan baju yang diambil dari dalam koper mata Vino tak berhenti berdelik melihat seisi ruangan dan bentuk kamar yang tadi ditunjuk oleh Wulan untuk mengantikan pakaian.

"Jadi ini kamarnya?" gumam Vino menatap sinis menjelajah seluruh siku kamar hingga hanya dipesekian detik mata Vino langsung tertuju pada sesuatu yang menarik perhatiannya. Bingkai foto yang menampilkan tiga orang disana, dari salah satu tiga orang tersebut menampilkan sosok anak kecil dengan posisi paling depan. Rambutnya yang dikuncir kuda membuat dan bajunya berlambang hello Kitty.

"Apa itu dia," tebak Vino tanpa ia sadari terukir senyuman tipis dibalik bibirnya yang merah tua itu.

Hingga beberapa saat kemudian pandangan Vino teralih saat ia mendengar suara ponsel miliknya berbunyi nyaring.

Drettttt ....

Vino menyeringai keningnya sedikit berkerut ketika melihat ada delapan panggil tak terjawab dari Bella. Wanita yang masih menjadi kekasihnya saat ini.

"Halo, ada apa kau menghubungiku." ucap Vino diikuti dengan kedua bola matanya memutar, rasanya ia sedikit malas sekarang berbicara dengan wanita itu. Apalagi dia sekarang berada jauh dari kota.


"Vino, sayang. Kamu dimana? Aku sudah mencarimu dimana-mana? Termasuk di mansion! Tapi tak ada satu orangpun yang memberi tau tentang keberadaanmu!" oceh Bella diluar sana, sungguh membuat kepala Vino pusing mendengarnya. Sehari saja ia tidak bisa tenang dari ocehan tidak penting yang ia dengarkan setiap harinya. Lama-lama membuat Vino bosan dengan wanita itu, karena merasa hidupnya seperti di teror.


"Ada apa? Kenapa kau mencariku?" dengan malas Vino bertanya diikuti dengan tubuhnya yang mendarat di atas kasur.

"Aku lapar, aku ingin mengajak kamu makan siang. Hari ini aku libur sampai Minggu depan. Jadi kita memiliki banyak waktu." seru Bella terdengar penuh manja.

"Tidak bisa, aku lagi sibuk, lain kali saja." celutus Vino tanpa pikir panjang lagi langsung mematikan sambungan telpon. Menghempas kasar ponselnya di atas kasur sampingnya itu.

***

"Ndu panggil suamimu kemari, mumpung makanannya masih panas kita makan sekarang." tutur nenek Jamila setelah Ia dan Wulan siap dalam menyajikan makan siang.

"Iya, Nek," jawab Wulan girang penuh semangat wanita itu menuntun kedalam kamarnya memanggil Vino tapi belum sampai lima langkah wanita itu menuntun, Vino sudah terlihat ambang pintu melangkah ke ruang makan.

"Ini dia Mas Vino," Wulan langsung mengambilnya piring dan centong nasi, menuangkan nasi kedalam piring tersebut. Tak lupa ia menambahkan ikan tongkol dan tempe di atasnya.

Vino yang sudah tiba di meja makan menelan salivanya kasar, perutnya seketika berbunyi meminta jatah makan. Tapi karena tak satupun dari semua menu makanan dikenal oleh Vino. Membuat laki-laki bergeming menatap menu makanan.

"Mas ayo duduk." tukas Wulan melirik mengisyaratkan agar Vino segera duduk.

"Ayo nak Vino. Makan, maaf makanan ini tidak sama seperti di rumah nak Vino biasanya." tutur nenek Jamila merasa tidak enak dengan menantunya. Karena dia hanya membuat makanan seadanya.

"Tidak apa-apa, Vino suka kok Nek." balas Vino sedikit menyirgai. Padahal ia sama sekali tidak berselera melihat menu makanan. Jujur semua hidup Vino sama sekali belum pernah makanan seperti ini. Ikan tongkol, lumpia, gudeg, dan nasi putih.

Sungguh membuatku Vino mual mencium bau harum dari aroma gudeg.

' Wulan seperti kau sengaja ingin mengerjaiku' batin Vino masih bergeming menatap kearah piringnya.

"Ayo makan nak Vino mumpung masih masih panas, itu namanya gudeg dan disebelahnya lumpia. Makanan khas ditempat kami. Dulu Kakekmu sangat menyukai kedua makanan itu." tutur nenek Jamila yang seketika membuat Vino terperangah menatap kearah nenek Jamila, begitupun juga dengan Wulan.

Bersambung ....


Unduh App untuk lanjut membaca

Daftar Isi

75