Bab 6 Menuntut Keadilan
by Guddy Two
17:35,Jul 04,2025
Di ruang kelas....
Julian tidak tahu harus duduk di mana. Jadi, saat melihat kursi kosong, dia langsung mendudukinya.
Murid-murid lain pun menatapnya dengan heran. Biasanya anak bodoh ini akan malas-malasan untuk masuk kelas, tetapi mengapa sekarang dia berubah haluan?
Saat itu, Jaeven masuk ke ruangan dan langsung memulai pelajaran.
Tanpa buku, tanpa papan tulis, dan langsung menjelaskan begitu saja.
Lalu, dia membagikan kertas kuning yang bahkan untuk menyeka pantat pun rasanya tidak layak dan menyuruh mereka mencatat di atasnya.
Namun, para murid justru memperlakukannya seperti benda berharga.
Julian malah tampak tak berminat sama sekali.
Sedangkan materi yang dijelaskan oleh Jaeven hanyalah pengetahuan dasar yang bahkan anak sekolah dasar pun sudah mengetahuinya.
Julian pun meregangkan badan, menguap lebar, lalu langsung merebahkan diri di atas meja dan tidur pulas.
Saat melihatnya, wajah Jaeven langsung memerah karena kesal.
Namun, selama Julian tidak mengganggu yang lain, dia masih bisa bersabar.
Akan tetapi, mengapa anak bodoh itu malah berani tidur begitu saja di kelas?
Ini sungguh penghinaan besar! Anak itu seakan-akan sedang mengejeknya, tetapi dia benar-benar tidak memiliki cara menghadapi si bodoh ini!
"Julian!"
Namun, anak ini sudah keterlaluan dan tidak bisa dibiarkan lagi!
Jaeven pun mengambil penggaris rotan dan berjalan menghampirinya.
Para murid di kelas mulai menunjukkan ekspresi menanti tontonan seru.
Kali ini, Julian pasti kena batunya!
Plak!
Satu sabetan keras mendarat di punggung Julian.
Seketika itu juga, Julian langsung terbangun karena rasa sakit dari sabetan itu.
Ketika melihat wajah Jaeven yang penuh amarah dan gigi yang digertakkan dengan keras karena geram, Julian pun langsung naik pitam. "Sialan! Pak Tua, lakukan saja pekerjaanmu sebagai guru dengan benar! Aku tidur juga nggak mengganggu siapa-siapa! Kita juga nggak saling ikut campur, jadi kenapa kamu memukulku? Apa kamu ada masalah denganku?"
Tubuh Jaeven sampai gemetar karena amarah yang membuncah.
Jika dia tidak memberi pelajaran dengan tegas kepada Julian, bagaimana dia bisa mengatur para pangeran lainnya nanti?
"Julian! Kamu benar-benar nggak berguna, seperti kayu lapuk yang nggak bisa diukir!"
Dia pun mengangkat penggaris rotannya dan hendak memukulkan ke kepala Julian, tetapi Julian langsung menangkapnya dan berkata, "Pak Tua, jangan merasa bisa bertindak seenaknya hanya karena kamu sudah tua! Kalau kamu merusak otak cerdasku, apa kamu sanggup menggantinya?"
Begitu kalimat itu terlontar, seluruh murid di ruangan langsung tertawa terbahak-bahak.
Si Bodoh Julian ini memang benar-benar tidak bersahabat dengan kecerdasan!
Saat mendengar suara itu, Jaeven langsung naik pitam. Namun, Allen segera berdiri dan berseru dengan tegas, "Diam! Siapa pun yang masih ribut, jangan salahkan aku kalau bersikap keras!"
Begitu mendengar ucapan tersebut, semua orang langsung menutup mulut mereka. Bagaimanapun, mereka tetap harus menghormati sang Putra Mahkota.
Allen melangkah ke hadapan Jaeven, lalu membungkuk dengan hormat dan berkata, "Tuan Jaeven, Julian memang polos dan berpikiran sempit. Tolong maafkan dia dan jangan terlalu mempermasalahkan tindakannya!"
Sambil berkata begitu, dia menarik lengan Julian dan berkata, "Cepat minta maaf pada Tuan Jaeven!"
Jaeven sebenarnya cukup puas terhadap Putra Mahkota. Sebagai pewaris takhta, dia mengerti etika, memiliki kewibawaan dan tahu cara menghormati orang bijak. Di masa depan, jika dia sudah naik takhta, pasti dia akan menjadi penguasa yang bijaksana!
"Baiklah. Demi menghormati Putra Mahkota, saya tidak akan mempermasalahkannya lagi!"
Jaeven berkata sambil menunjukkan sikap angkuh dan pandangan meremehkan.
Sementara itu, Julian melirik Allen dan dalam hatinya merasa bahaa Putra Mahkota cukup baik karena sejak tadi terus membelanya.
Namun, dia tidak tertarik ikut dalam kubu mana pun. Menjadi ahli waris keluarga bangsawan yang bebas dari beban, lalu menikahi tujuh atau delapan istri, bukankah itu kehidupan yang menyenangkan?
"Kenapa aku harus minta maaf? Dia yang melarangku masuk kelas dan bahkan memukulku. Kalau ada yang harus minta maaf, dialah orangnya, bukan aku!"
Julian menegakkan kepalanya, lalu kembali berkata, "Pak Tua, cara mengajarmu sangat buruk! Dengan kemampuan seperti itu, kamu masih berani berdiri di depan kelas? Aku sampai malu melihatnya!"
Wuaaah!
Begitu kalimat itu meluncur keluar, semua orang langsung terdiam karena terkejut.
Astaga! Si Bodoh Julian benar-benar berani bicara seperti itu!
Tuan Jaeven bukan hanya seorang bangsawan, tetapi juga cendekiawan besar di zaman ini.
Menjadi pengajar di Akademi Kekaisaran bukanlah pekerjaan yang bisa dijalani oleh sembarang orang!
"Kamu ... apa yang baru saja kamu katakan?!"
Jaeven begitu marah sampai seluruh tubuhnya bergetat!
"Aku bilang, pelajaranmu sangat membosankan! Kalau saja kamu menyampaikan materi dengan lebih menarik, aku nggak akan mungkin sampai tertidur di kelas!"
"Kurang ajar!"
Jaeven tidak bisa menahan amarahnya lagi dan berseru dengan marah "Aku akan segera menghadap Yang Mulia dan mengajukan laporan untuk mencabut statusmu sebagai murid di Akademi Kekaisaran!"
Julian langsung berdiri tegak dengan penuh semangat dan wajahnya berseri-seri!
Bagus! Ini benar-benar kabar baik!
"Dasar tua bangka! Cara mengajarmu saja sangat buruk, tapi orang lain dilarang mengomentarinya. Mentalmu rapuh sekali! Dikritik sedikit saja langsung hancur berantakan!"
Kemudian, Julian kembali berkata, "Cepat pergi temui Yang Mulia! Kalau besok aku masih berada di Akademi Kekaisaran, aku akan menganggapmu sebagai manusia nggak berguna!"
Allen sampai tidak tahu harus berkata apa. Orang bodoh ini hanya perlu kalimat singkat untuk membuat siapa pun naik pitam.
Sebagai pendengar saja dia merasa kesal, apalagi Jaeven yang dikenal sebagai sarjana besar dan sangat menjaga harga dirinya.
Dikritik oleh orang biasa mungkin masih bisa dianggap wajar, tetapi jika yang meremehkannya adalah anak yang bodoh, bukankah itu benar-benar memalukan?
"Kamu, kamu … dasar bodoh! Tunggu saja nanti!"
Jaeven benar-benar marah, tetapi masih berusaha untuk menahan diri. "Aku akan segera menghadap Yang Mulia. Kalian semua kerjakan soal yang kutinggalkan tadi. Nanti akan aku periksa!"
Setelah berkata demikian, dia melangkah keluar dari Akademi Kekaisaran!
di sisi lain, Julian tampak sangat gembira! Akhirnya dia bisa bebas dari Akademi Kekaisaran!
Ketika melihat ekspresinya yang penuh kemenangan seperti orang yang baru saja menaklukkan medan perang, Allen hanya menggelengkan kepala dan membatin, "Orang yang nggak berguna memang tetap nggak bisa diharapkan. Kalau nanti Ayah marah, aku nggak akan membelanya lagi! Mungkin aku malah akan berpihak pada Jaeven!"
Pangeran Keempat, Levan Kingswell, jelas paham apa yang ada di pikiran Allen. Seketika itu juga, dia langsung mencibir dalam hati, "Kamu ingin menarik Julian ke pihakmu, tapi dia itu hanya bocah bodoh. Meskipun kamu memperlakukan dia sebaik apa pun, dia nggak akan mengingat jasamu. Lihat saja si Pangeran Kedelapan! Sudah dekat dengannya saja tetap diserang begitu saja."
Sementara itu, Elliot justru terlihat cemas terhadap Julian. Dia memang benar-benar menganggap Julian sebagai sahabat. Meskipun Julian bodoh dan dia sering menjebak anak itu, dia tidak pernah bermaksud jahat.
Alasan tadi dia sengaja memancing emosi Julian adalah karena dia mendengar sedikit kabar dan ingin memastikan Julian bisa mengamankan statusnya sebagai menantu kaisar!
"Julian, cepat ikut aku!"
Elliot segera berdiri. Jika dia tidak segera mengejar dan menghentikan Jaeven, Julian kemungkinan besar akan celaka!
"Nggak mau!"
Julian melirik Elliot dan berkata dengan tegas, "Kamu bukan orang baik-baik!"
Elliot nyaris muntah darah karena marah dan segera berseru, "Julian, jangan bersikap nggak tahu terima kasih seperti ini! Aku sudah berniat baik untuk membantumu. Kamu nggak berterima kasih pun nggak masalah, tapi kenapa kamu malah memukulku?!"
Julian melihat wajah Elliot yang tampak penuh keluhan dan dalam hati dia bergumam, "Pangeran Kedelapan ini pandai juga berpura-pura!"
"Julian, aku tanya sekali lagi, kamu mau pergi atau nggak?"
"Nggak!"
Julian tersenyum mencibir, lalu dengan gembira mulai membereskan barang-barangnya.
Begitu keluar dari Akademi Kekaisaran dan melepaskan gelar menantu kaisar, dia bisa menikah dengan tujuh atau delapan istri, tidur sesuka hati tanpa alarm, menjalani hidup ala bangsawan malas yang setiap hari hanya jalan-jalan membawa anjing dan bermain sabung ayam.
Sesekali menciptakan sesuatu yang baru untuk meningkatkan kualitas hidup, maka hari-harinya dijamin akan santai dan menyenangkan!
Sementara Julian tengah membayangkan kehidupan indah yang akan datang, Jaeven tiba di Istana Dominion, mengeluh panjang lebar, dan menggambarkan Julian sebagai sosok yang memiliki perangai yang sangat buruk!
"Si Bodoh Julian itu tertidur pulas saat pelajaran. Sebagai gurunya, saya memberi sedikit hukuman dengan tongkat rotan, tapi bukannya merasa bersalah, dia malah ingin menyerang saya!"
Jaeven berlutut, lalu melanjutkan, "Dia bahkan menghina saya dengan mengatakan bahwa ilmu saya dangkal dan hanya akan menyesatkan murid. Kalau anak ini masih tetap berada di Akademi Kekaisaran, maka saya memilih mundur dari jabatan Guru Putra Mahkota ini. Silakan Kaisar mencari orang lain yang lebih layak!"
Wajah Cassian menjadi sangat muram.
Tidur saat kelas berlangsung, melawan gurunya, dan bahkan menghina Jaeven yang dikenal sebagai cendekiawan besar.
Padahal, di masa Dinasti Zouran sebelumnya, Jaeven sangat dihormati bahkan oleh kaisar sendiri. Sekarang, dia malah dihina secara terang-terangan oleh anak bodoh seperti itu.
Cassian bisa memahami sepenuhnya perasaan sakit hati yang dirasakan oleh Jaeven.
"Anak bodoh seperti Julian benar-benar nggak tahu tata krama, nggak bisa belajar, dan memang pantas untuk dihukum!"
Cassian berdiri, lalu membantu Jaeven berdiri juga sambil berkata, "Tuan Jaeven, biarkan aku yang turun tangan langsung untuk menegakkan keadilan bagimu!"
HELLOTOOL SDN BHD © 2020 www.webreadapp.com All rights reserved