Bab 7 Dua Puluh Cambukan

by Guddy Two 17:35,Jul 04,2025


Tak lama kemudian, rombongan Kaisar Cassian tiba di Akademi Kekaisaran.

Sebagai bentuk penghargaan atas kepercayaannya pada Jaeven, Cassian bahkan mengajaknya untuk naik kereta bersama.

Hal ini membuat Jaeven merasa sangat tersentuh.

"Yang Mulia tiba!"

Pelayan pribadi Kaisar, Evanth Lys, berseru dengan lantang.

Begitu mendengar seruan itu, semua orang di Akademi Kekaisaran langsung berdiri.

Mereka semua serempak menoleh ke arah Julian dan dalam hati berpikir bahwa si bodoh itu pasti akan mendapat masalah besar!

Elliot juga terlihat panik dan langsung mendorong Julian yang sedang tertidur lelap. "Bangun, bodoh! Ayahanda Kaisar datang!"

Sebenarnya, sejak awal Julian sama sekali tidak tertidur. Dalam hati, dia berkata, "Bagus! Aku memang sengaja ingin membuat Kaisar marah, supaya aku diusir dari Akademi Kekaisaran!"

Saat melihat dorongannya tidak membuahkan hasil, Elliot makin panik dan hendak menendangnya.

Namun, saat itu, seorang pria tegap mengenakan jubah naga masuk ke dalam ruangan.

"Selamat datang, Ayahanda Kaisar!"

"Selamat datang, Yang Mulia!"

Allen segera memimpin untuk memberi hormat.

Cassian mengangguk pelan sambil menyapu ruangan dengan pandangannya. Ketika melihat Julian yang masih tertidur di meja, raut wajahnya langsung berubah menjadi muram penuh amarah.

"Semuanya berdiri!"

Cassian berseru dengan nada dingin.

Jaeven menunjuk ke arah Julian, lalu berkata, "Yang Mulia, Anda bisa melihat sendiri betapa tidak sopannya si bodoh itu!"

Cassian benar-benar murka. Marcus adalah jenderal tangguh, pernah melindunginya dari bahaya, dan sangat berjasa bagi kerajaan.

Namun, anaknya begitu dungu!

Padahal putrinya yang sangat dia sayangi sudah dijodohkan dengannya. Meskipun bukan Putri Mahkota, tetapi dia adalah putri yang paling disayanginya di antara semua anak perempuannya.

"Evanth, pergi bangunkan dia!" Di hadapan para murid, Cassian menahan amarahnya sekuat mungkin.

"Baik, Yang Mulia!"

Evanth melangkah maju, lalu menggoyangkan tubuh Julian dengan hati-hati. "Tuan Muda, Yang Mulia sudah datang!"

"Pergi sana! Jangan ganggu tidurku!"

Julian mengomel sambil menepis tangan Evanth, lalu membalikkan badan dan kembali tidur dengan nyenyak.

Gulp!

Semua orang di ruangan itu refleks menelan ludah.

Julian benar-benar keterlaluan!

Tidak hormat pada Jaeven saja sudah cukup gila, tetapi sekarang dia bahkan berani mengabaikan Kaisar!

Evanth hanya bisa tersenyum pahit dan melirik ke arah Cassian.

Cassian menggertakkan giginya dan urat di dahinya menonjol, tanda amarahnya sudah di puncak.

Anak bodoh ini benar-benar tidak tahu diri!

Dia langsung mengambil penggaris kayu besar di sampingnya, melangkah cepat ke arah Julian, lalu menghantamkan benda itu ke kepala Julian.

Plak! Suaranya nyaring dan jelas.

Julian langsung melompat bangun dan berseru, "AHH! Orang gila mana yang berani memukulku?!"

"Julian! Aku yang memukulmu! Kenapa?"

Cassian hampir tidak bisa menahan emosinya. Hidungnya bahkan kembang kempis karena amarah yang memuncak! Berani-beraninya anak bodoh ini memaki dirinya!

Sambil memegangi kepalanya, Julian menggerutu dalam hati, "Astaga! Ayah mertuanya ternyata tega juga main pukul tanpa basa-basi seperti ini!"

Baru sekarang dia sadar ternyata Putri Emilia meniru watak siapa. Ayah dan anak memang satu paket!

Julian sempat hendak memaki, "Aku nggak peduli kamu siapa ... eh? Yang Mulia Ayah Mertua? Kenapa Anda bisa ada di sini?"

Sebelum Cassian sempat membuka suara, dia sudah berkata, "Oh, saya paham sekarang. Pasti si tua bangka yang nggak berpendidikan itu yang menyuruh Anda datang, kan?!"

Jaeven sampai gemetar karena marah dan Cassian kembali menghantamkan penggaris kayu ke kepala Julian. "Kamu keterlaluan! Adipati Jaeven adalah cendekiawan besar kerajaan ini! Dia sudah mengharumkan negeri ini dan dikenal luas di mana-mana. Bagaimana bisa anak bodoh sepertimu menghina dia?!"

"Cepat minta maaf pada Adipati Jaeven! Kalau kamu menolak, aku nggak akan membiarkanmu begitu saja!"

"Yang Mulia Ayah Mertua, jelas-jelas dia yang memulai semuanya lebih dulu, kenapa saya yang harus meminta maaf? Ini sungguh tidak adil!"

Kalimat dari Julian itu membuat semua orang yang hadir berkeringat dingin. Anak bodoh itu terlalu berani!

Cassian sebenarnya hanya ingin menunjukkan sikap. Karena Julian adalah menantunya dan kemarin dia juga telah berjasa, dia tentu saja akan berpihak padanya.

Namun, si bodoh ini benar-benar tidak tahu diri!

"Adipati Jaeven adalah guru yang aku undang secara khusus ke Akademi Kekaisaran. Dia adalah seorang guru dan kamu adalah seorang murid. Kalau kamu menunjukkan rasa hormat padanya, mana mungkin dia mempermasalahkan sikap anak bodoh sepertimu?"

Perkataan itu benar-benar menenangkan hati Jaeven. Sampai sekarang pun dia masih merasa kesal dan tersinggung.

"Cih! Yang Mulia Ayah Mertua, kemampuan Anda juga tidak sehebat itu!"

Julian mencibir dan berkata, "Kalau Pak Tua ini bisa jadi guru, saya pun juga pasti bisa!"

"Julian! Kamu memang kurang ajar! Kalau kamu terus berbicara seenaknya, aku akan memberikan hukuman padamu!"

Setelah terus-menerus dihina oleh Julian, bahkan Cassian yang dikenal sebagai penguasa bijak pun akhirnya kehilangan kesabarannya.

Para murid yang menyaksikan kejadian tersebut hanya bisa diam sambil berkeringat dingin. Julian benar-benar berani bersikap seperti itu karena dia tidak mengenal rasa takut.

Saat itu, Elliot buru-buru berlutut dan berkata, "Ayah, Julian hanya bicara tanpa pikir panjang, Saya harap Ayah berkenan untuk mengampuninya!"

Julian agak terkejut karena Elliot ternyata membelanya.

Apa yang sebenarnya terjadi?

Saat melihat amarah di wajah Cassian mulai mereda, Julian malah panik dan berkata, "Sialan! Siapa yang menyuruhmu membelaku? Aku nggak merasa bersalah! Pak tua ini memang nggak layak untuk mengajariku! Aku nggak mau dia jadi guruku!"

"Kaisar, mohon keluarkan Julian dari daftar siswa Akademi Kekaisaran!"

Jaeven benar-benar sudah tidak tahan lagi dan dia pun berlutut sambil berkata, "Selama Julian masih berada di Akademi Kekaisaran, saya memilih untuk mengundurkan diri dari sini!"

Begitu ucapan itu selesai, Allen segera berkata, "Ayahanda Kaisar, Julian sudah beberapa kali membantah Tuan Jaeven dan mengacaukan ketertiban. Jika dia terus berada di Akademi Kekaisaran, saya khawatir dia akan memberi dampak negatif pada yang lain."

"Tuan Jaeven adalah seorang pengajar. Jika suasana hatinya terganggu, bagaimana mungkin mutu pengajarannya bisa terjamin?"

Jaeven menatap Allen dan dalam hati merasa sangat puas dengan sikapnya. Usahanya untuk mendidik Putra Mahkota ternyata tidak sia-sia!

Levan yang merupakan Pangeran Keempat pun juga segera angkat bicara dan berkata, "Ayahanda Kaisar, langit, bumi, kaisar, orang tua, dan guru adalah lima hal yang patut dihormati. Si Bodoh Julian yang tidak menghormati guru memang layak ditegur. Tapi, kalau sampai dikeluarkan dari Akademi Kekaisaran, rasanya itu terlalu berlebihan. Bagaimana kalau dia hanya dipisahkan tempat duduknya saja? Dengan begitu, dia tidak akan mengganggu suasana hati Tuan Jaeven, tapi masih bisa mengikuti pelajaran."

"Bukankah ada pepatah yang mengatakan bahwa dekat dengan yang baik akan ikut baik, dekat dengan yang buruk akan terpengaruh buruknya? Meskipun Si Bodoh Julian ini agak lamban, lama-lama jika terus mendengar dan melihat, pasti dia bisa menjadi orang yang berguna!"

Perkataan itu sangat mengena di hati Cassian. Bagi seorang ayah, semua anak tetaplah bagian dari dirinya. Tidak mungkin dia benar-benar tega mengusir Si Bodoh Julian.

Selain itu, Levan juga dengan halus memuji Tuan Jaeven dan memberinya cukup penghormatan.

Dia pun mengangguk pelan, lalu menoleh ke arah Jaeven sambil berkata, "Tuan Jaeven, kamu sudah melihat sendiri, bahkan kepada diriku pun Si Bodoh Julian ini nggak bisa bersikap hormat. Jadi, masalah ini nggak perlu terlalu dipikirkan lagi. Kalau nanti dia masih berani bertindak sembrono, aku sendiri yang akan menghukumnya!"

Jaeven melirik Cassian, lalu memandang Levan dengan hati yang dipenuhi rasa jengah.

Sang Kaisar masih berada di masa kejayaannya, Putra Mahkota sudah dewasa, dan Pangeran Keempat pun sangat cerdas serta disayang oleh Kaisar. Padahal mereka sudah cukup usia untuk tinggal di luar istana, tetapi tetap saja diizinkan untuk menetap di dalam.

Jika terus seperti ini, cepat atau lambat pasti akan terjadi sesuatu!

Dia pun berpikir sejenak. Karena Kaisar sudah berbicara seperti itu, dia tidak mungkin terus bersikeras.

Memperdebatkan urusan dengan orang bodoh, menang pun hanya akan mempermalukan diri sendiri, sementara jika kalah akan lebih memalukan lagi.

Jika sudah diberi jalan keluar, tidak ada salahnya menerimanya.

"Baiklah, saya akan mengikuti titah Anda. Selama Si Bodoh Julian tidak mengganggu ketertiban lagi, saya akan menganggap keberadaannya tidak ada!"

Allen pun diam-diam merasa sangat geram. Kenapa Ayahnya tidak mempertimbangkan sarannya?

Padahal dia adalah Putra Mahkota!

Apakah Ayahnya benar-benar berniat memberikan takhta pada Pangeran Keempat?

Saat dia tengah dilanda pikiran kalut, Julian tidak bisa diam begitu saja.

Sialan! Padahal dia hampir berhasil, tetapi malah digagalkan oleh Levan! Mana bisa dia terima begitu saja?!

Saat itu juga, Julian berteriak, "Jangan, Yang Mulia Ayah Mertua! Saat mengajar, Pak Tua itu seperti lalat yang menggumamkan mantra! Makin didengar, makin membuat saya pusing!"

"Tolong izinkan saya keluar dari Akademi Kekaisaran. Jika terus-terusan diajar oleh orang seperti itu, bagaimana jika otak saya yang cerdas ini malah jadi bodoh? Intinya, jika ada dia, tidak ada saya. Jika ada saya, maka tidak boleh ada dia!"

Semua orang dibuat tidak bisa berkata-kata saat mendengar ucapan Julian.

Bahkan Jaeven hampir saja jatuh pingsan karena marah!

Cassian pun murka dan langsung berseru, "Pengawal! Seret si bodoh ini keluar! Cambuk dua puluh kali!"


Unduh App untuk lanjut membaca